Rabu, 18 November 2015

URGENSI LOGIKA SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN DALAM MERANCANG UNDANG – UNDANG YANG BERKEADILAN PADA APARAT PEMBENTUKAN UNDANG – UNDANG

Posted by trisna widyaningtyas at 20.22
Type : Makalah
Subject : Logika dan Penalaran


A.Latar Belakang
                Indonesia adalah Negara hukum hal tersebut dapat diketahui  dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang termuat dalam Pasal 1 angka 3 yang berbunyi sebagai berikut ,” Negara Indonesia adalah Negara Hukum “.Itu berarti bahwa Negara berdasar pada Rechtstaat bukan pada kekuasaan belaka  Machtsstaat .Dengan dimuatnya ketentuan tersebut dalam norma dasar yakni Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia maka norma hukum sebagai norma tertinggi dalam tata hukum Nasional Negara Indonesia [1]
                Aturan atau pedoman yang digunakan di dalam masyarakat  tersebut bisa juga disebut dengan norma.Norma memberitahukan apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan[2].Norma tersebar dalam berbagai bentuk ada norma yang dilihat berdasarkan daya ikatnya ,ada norma yang dilihat berdasarkan sanksi yang diberikan ataupun berdasarkan bentuknya yakni tertulis maupun tidak tertulis.Dan Norma hukum adalah berbentuk tertulis yang mengikat dan bersanksi tegas.   
                Konsekuensi dari bentuk tertulis ,bersanksi tegas adalah masyarakat akan mematuhi norma hukum.Jika kita lihat pada norma kesopanan maka sanksi yang diberikan tentu tidak akan setegas pada sanksi hukum.Sebagai contoh adalah ketika terjadi pencurian di masyarakat maka mereka akan menyelesaikan peristiwa yang menimbulkan kerugian pada orang lain tersebut dengan menggunakan jalur hukum yakni mengacu pada Kitab Undang – Undang Hukum Pidana pada pasal 362 tentang pencurian yang memberikan hukuman selama 5 tahun ( untuk pencurian pokok ) [3]hal tersebut akan memberikan efek jera bagi pelakunya sebagaimana sifat dari hukum itu sendiri.
Selain karena ciri norma hukum yang tegas tersebut terdapat tujuan dari  hukum sendiri yang sesungguhnya memberikan manfaat bagi masyarakat.Hukum bertujuanuntuk memberikan keadilan ,kemanfaatan dan  ketertiban bagi masyarakat serta berusaha untuk menjaga kepentingn dari tiap individu [4].Hal tersebut tentu bukanlah hal yang merugikan bagi masyarakat jika tujuan hukum tersebut dapat dicapai.
Keadilan mampu memberikan kedudukan yang seimbang bagi seluruh pihak ,adil tidak menimbulkan kesewenang – wenangan.Masyarakat dari segala lapisan dapat diberlakukan sama dalam hal tertentu.Namun apa yang teerjadi jika keadilan tersebut justru tidak mampu dicapai oleh hukum yang sejatinya ingin menuju keadilan pada awal pembentukanya.Sebagai contoh adalah adanya beberapa peraturan dalam perundang – undangan yang sejatinya tidak menimbulkan keadilan saat diterapkan di masyarakat.Yakni sebagai contoh adalah yang diberitakan dalam situs hukumonline  dimana berkaitan dengan Partai politik yang boleh maju dalam Pemilu 2009 adalah mereka yang memiliki kursi di parlemen.
Dalam  Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR ,DPD dan DPRD (Pemili Legislatif ).Ketentuan pasal 208 dalam undang – undang tersebut menyatakan bahwa ketika partai politik yang memenuhi ambang batas parlemen  (parliamentary threshold) dengan Parpol peserta pemilu sebelunya  hal tersebut dirasa sangat diskriminatif karena menyebabkan sebagian Partai menang tapi dibatasi oleh (parliamentary threshold ) menjadi tidak mendapat kursi dalam parlemen.[5]Hal tersebut dirasa tidak adil mengingat para dewan rakyat tersebut dipilih langsung oleh rakyat.Kasus ini sampai berlanjut pada Mahkamah Konstitusi .
Hukum ada yang dibuat oleh lembaga yang berwenang ada pula yang tumbuh dan berkembang di masyarakat[6].Mengenai peraturan perundang – undangan tersebut maka pejabat yang berwenang membuatnya adalah lembaga legislative Negara bersama dengan Presiden  sebagaimana amanah dari Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut ,” Presiden berhak mengajukan rancangan undang - undangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat “[7] .Lembaga legislative Negara dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tersebar di daerah – daerah hingga ke pusat.Undang – Undang Ketenagakerjaan tersebut dibuat oleh DPR pusat atau disebut dengan DPR RI (Republik Indonesia ).
Anggota DPR tentunya merupakan orang pilihan ,tidak semua orang dapat menduduki kursi tersebut.Untuk menjadi seorang anggota DPR tentu membutuhkan kualifikasi yang tinggi yang ditentukan dalam berbagai syarat ,apalagi mereka adalah pilihan rakyat begitu banyak kepercayaan yang tercurahkan pada lembaga yang berwenang membentuk undang – undang tersebut. Dengan demikian terlihat begitu esesnsialnya kedudukan dari seorang dewan legislative Negara apalagi yang berkedudukan di pusat untuk membentuk suatu undang – undang yang berlaku secara menyeluruh bukan secara regional saja semisal Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 6 Tahun 2012 tentang Koperasi dan Usaha Mikro ,Kecil ,Menengah yang hanya berlaku di Kabupaten Blitar saja.Terlihat bahwa dampak yang ditimbulkan dalam peraturan perundang – undangan lebih menyeluruh ,general disbanding dengan peraturan daerah yang lingkupnya hanya sebatas daerah tersebut.
Apa yang terjadi  jika undang – undang yang berdampak besar bagi masyarakat tersebut justru menimbulkan suatu ketidak adilan bagi masyarakat.Bagaimana landasan dari berfikir para pembentuk undang – undang ( DPR ) dalam merumuskan berbagai peraturan perundang – undangan sehingga menimbulkan ketidak adilan bagi sebagian pihak saja.Apakah benar seperti yang diungkapkan Paul dalam bukunya Struktur Ilmu Hukum ,yang menyatakan bahwa hukum hanya dibentuk atas dasar tindakan kesewenang – wenangan para pembentuk undang – undang. Tentu hal ini salah. Para pembentuk undang – undang tersebut sudah selayaknya berfikir menggunkan logikanya tanpa memandang tujuaan sesaat yang hanya menguntungkan dirinya dan merugikan masyarakat.Logika mampu mengerucutkan suatu permasalahan kedalam suatu titik temu sehingga mampu menyelesaikan suatu permasalahan dengan berlogika kita mampu merencanakan sesuatau berdasar pada theorinya dan kenyataan saat ini ,sehingga logika mampu memandang secara keseluruhan bukan hanya saat diawal namun sampai di akhir.Oleh karenanya bagi penulis dianggap perlu untuk memberikan pendidikan bagi para pembentuk undang – undang baik di tingkat daerah  maupun di tingkat pusat.
Dari pemaparan Latar Belakang tersebut maka  dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut yakni :
1.Mengapa Logika diperlukan bagi para pembentuk peraturan perundang – undangan ?
B.Analisis
B.1 Undang – Undang
                Sebagai Negara hukum yang selalu menjadikan hukum sebagai pedoman hidup dan aturan main dalam kehidupan bermasyarakat (supreme) maka kita sudah tidak asing dengan kata – kata undang – undang. Dalam bahasa Inggris undang – undang disebut sebagai act atau rule.Dalam system hukum di Malaysia yang merupakan Negara Persemakmuran Inggris menggunakan Act sebagai undang – undang , contoh misalnya Act 360 yang membahas tentang Bankrupty .Dalam Black’s Law Dictionary act tertulis sebagai berikut ,”Denotes external manifestation of actor’s will.Restatement , 2.Exspression of will or purpose……….. a performance[8].Dalam hal ini terlihat jika act sama dengan action yang berarti bahwa sikap nyata dari sebuah hal ,atau dapat juga berarti tindakan nyata akan sesuatu hal .Jika kita menghubungkan act dengan legistlative yang berarti badan pembuat undang – undang maka dapat dituliskan sebagai berikut , Legislative act dituliskan sebagai berikut ,” an alternative name for statutory law[9].Kalimat tersebut jika diterjemahkan menjadi pilihan nama dalam sesuatu hal menurut undang – undang atau nama untuk undang – undang ini berarti bahwa act mengacu pada undang – undang.Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia kata undang – undang berarti ,aturan- aturan ataupun kaidah [10]. Dari sini kita dapat menenmukan titik temu dari pengertian undang – undang yakni aturan ataupun kaidah.Aturan sendiri merupakan sesuatu hal yang harus diikuti ataupun dipatuhi.Memberikan sesuatu hal yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan.
Undang – Undang merupakan salah satu produk hukum dalam system hukum.Hal tersebut dapat dilihat di hirarti peraturan perundang – undangan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemebentukan Peraturan Perundang – Undangan.Dalam pasal 7 pada undang – undang tersebut terdapat hirarki dari peraturan perundang – undangn Republik Indonesia sebagai berikut : [11]
1.       Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ;
2.       Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ;
3.       Undang – Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang ;
4.       Peraturan Pemerintah ;
5.       Peraturan Presiden ;
6.       Peraturan Daerah Profinsi ; dan
7.       Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.  
Dari hirarki peraturan perundang – undangan tersebut terlihat bahwa undang – undang memiliki kedudukan yang cukup tinggi,kedudukan tersebut berimplikasi salah satunya yakni , jika terjadi pertentangan diantara peraturan perundang – undangan tersebut maka akan tunduk pada yang lebih tinggi layaknya dalam asas hukum Lex Superior derogate lex inferior  yang berarti bahwa peraturan perundang – undangan yang lebih rendah tingkatanya akan dikesampingkan dengan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi[12].
Dari hal ini kita dapat menyimpulkan jika undang – undang adalah salah satu produk hukum dalam System Hukum di Indonesia yang menganut Civil Law . Hukum sendiri adalah himpunan petunjuk hidup (berisi perintah dan larangan ) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat yang bersangkutan[13].Sehingga undang – undang sebagai salah satu praduk hukum tersebut dibuat dengan berbegai latar belakang yang bertujuan demi kemanfaatan untuk masyarakat karna jika terjadi pelanggaran akan memberikan sanksi.Oleh karenanya penyimpangan akan tujuan awal dari pembentukan undang – undang dapat dikatakan inkonstitusional mengingat sumber dari segala hukum adalah Pancasila dan Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
B.1 Pembentuk Undang – Undang
Hukum sendiri bersifat normative yakni apabila pemerintah yang sah mengeluarkan peraturan menurut undang – undang yang berlaku ,peraturan tersebut ditanggapi sebagai norma berlaku secara yuridis ,yakni peraturan tersebut terasa mewajibkan sedemikian rupa sehingga orang tidak mematuhi peraturan tersebut dapat dituntut hukuman melalui pengadilan[14]. Sebegitu kuatnya sifat hukum menyebabkan orang akan mematuhi peraturan – peraturan yang termasuk di dalamnya .Hal tersebut berarti bahwa para pemebentuk undang – undang memiliki kedudukan yang sangat penting mengingat apa yang dibentuknya akan menyebabkan semua orang akan patuh terhadapnya bahakan terdapat sanksi bagi pelanggarnya.
Jika dikatakan tindakan sewenang – wenang saya rasa juga pas karena pembentuk undang – undang tidak berdasarkan suara rakyat Indoensia keseluruhan melainkan hanya suara dari mereka Lembaga Legislative Negara yang bisa disebut juga dewan perkawilan .Mamang benar mereka merupakan pilihan rakyat namun apa yang mereka bentuk bukanlah aspirasi rakyat pada umumnya melainkan keinginan pada diri sendiri akan kesenengan individual yakni kesenangan mereka sendiri.
Jika kita mengingat teori tentang trias politika penamaan tersebut diberikan oleh Immanual Kant dan  diajarkan oleh  Montesque. Menurut Montesque perlu dipisah – pisahkan kekuasaan dalam suatu Negara agar tidak terjadi kemungkinan – kemungkinan tindakan kesewenang – wenangan oleh penguasa  ,atau tidak memungkinkan dilaksanakanya system pemerintahan yang absolut.Kemudia Montesque membagi kekuasaan menjadi tiga yakni pembuatan undang  - undang (legislative) pelaksana undang – undnag (esekutif ) dan pihak yang terakhir adalah dalam hal kehakiman ( yudikatif )[15].Kekuasaan legislative dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).Sedangkan kekuasaan Esekutif terletak pada Presiden ,Mentri – Mentri hingga pejabat structural di tingkat daerah. Sementara kekuasaan yudikatif dipegangg oleh Kekuasaan Kehakiman yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung hingga peradilan dibawahnya.
Sebagai lembaga Esukutif yang berfungsi untuk membentuk Undang – Undang ,Dewan Perwakilan Rakyat melakukan tugasnya selain berdasarkan amanat Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pasal 5 (ayat 1 ) yang telah saya paparkan dalam Latar Belakang. Terdapat pula mandate yang lebih explisit mengenai tugas tersebut, yakni dalam pasal 20 ayat 1 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi sebagai berikut ,” Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang – undang “[16].Kosekuensi dari pasal tersebut bahwa DPR memiliki wewenang yang sah dalam membentuk undang – undang meskipun saat ini masih terdapat produk hukum DPR yang masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karenanya dirasa sangat penting bagi para Anggota DPR agar menggunakan daya nalar serta logika dalam membentuk suatu peraturan perundang – undangan. Jika kita melihat syarat untuk menjadi anggota DPR dalam Undang – Undang Tentang Pemilihan Umum DPR ,DPRD dan DPD maka muatan ilmu hukum tidak terdapat dalam salah satu ketentuanya.Dalam pasal 51 disebutkan sebagai berikut [17]:
1.Bakal Calon anggota DPR ,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten / kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan :
a.telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih ;
b.bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ;
c.bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ;
d.cakap berbicara ,membaca ,dan menulis dalam bahasa Indonesia
e.berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas ,madrasah aliyah ,sekolah menengah kejuruan,madrasah aliyah kejuruan ,atau pendidikan lain yang sederajat ;
f.setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara ,Undang – Undang Dasara Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ,dan cita – cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
g.tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih ;
h.sehat jasmani dan rohani
i.terdaftar sebagai pemilih
j.bersedia bekerja penuh waktu
k.mengundurkan diri sebagai kepala daerah ,wakil kepala daerah ,PNS ,anggotaTNI ,anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia ,direksi ,komisaris ,dewan pengawas dan karyawan pada BUMN dan / atau BUMD atau badan lain yang anggaranya bersumber ari keuangan negara ,yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditaraik kembali.
l.bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan public ,advokat / pengacara ,notaris ,pejabat pembuat akta tanah (PPAT) ,atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas ,wewenang ,dan hak sebagai anggota DPR ,DPRD provinsi ,dan DPRD kabupaten / kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
m.bersedia untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainya ,direksi ,komisaris ,dewan pengawas dan karyawan pada BUMN / BUMD yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
n.menjadi anggota Parta Politik Peserta Pemilu
o.dicalonkan hanya di 1 lembaga perwakilan
p.dicalonkan hanya di 1 daerah pemilihan.
Dari uraian pasal tersebut diketahui bahwa tidak adanya syarat tertentu mengenai tingkat pendidikan tertentu misalnya strata satu dalam bidang apapun ,dan menurut saya hal tersebut adalah sebuah ironi.Memang untuk belajar logika tidak harus melalui Ilmu Hukum. Namun Undang – Undang merupakan salah satu produk hukum ,bahkan mandate yang diberikan oleh DPR langsung dari konstitusi Negara yakni Undang – Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
C.Logika
                Peran Logika sangat diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang – undangan karena logika mampu mensistemasi suatu hal melalui sudut pandanganya.Karena sesungguhnya dalam hukum juga terdapat ilmu sejarah serta ilmu sosiologis yang harus dipandang menjadi satu kesatuan[18] . Oleh karena hukum bukan hanya tentang suatu produk yang dihasilkan oleh pejabat yang berwenang semata demi kekuasaan belaka.Namun jika kita melihat melalui kacamata logika kita mampu mensistemasi bahwa hukum juga harus dilihat dari segi sejarah maupuan kondisi sosiologis dari masyarakat. Kondisi sosiologis memang bukan ranah dalam ilmu hukum namun kita harus mampu mensistemasi bahan terberi tersebut agar menjadi satu kesatauan yakni suatu hukum yang mampu mendamaikan masyarakat bukan seperti pada kasus yang justru menimbulkan perceraian antar anggota partai politik.
                Sehingga perlu dirasa untuk berfikir dengan menggunakan logika terlebih dahulu sebelum merumuskan suatu aturan.Jika kita mampu memahami kondisi sosiologis dari masyarakat Indonesia yang berbeda – beda tentu rawan terjadi konflik maka seharusnya peraturan tersebut jangan menimbulkan suatu ketidakaadilan yang tidak berdasar.Logika hukum juga tidak berbicara mengenai kondisi masyarakatnya namaun juga mengani sejarahnya.Sejarah disini dapat kita maksudkan adalah mengenai filosofi dari setiap peraturan yang ada. Sejarah bukanlah hanya sebagai cerita namun kita harus mampu mengambil filosinya agar kita dapat mengambil pelajaran dari kebradaban masyarakat dahulu untuk dapat disampaikan ke masyarakat dewasa saat ini .
                Sehingga jika bisa menghubungkan bahwa untuk menciptakan suatau peraturan yang mampu memberikan keadilan kita harus melihat pejabat yang berwenang mengenai aturan tersebut.Dan tentunya sumber daya dari para pembentuk aturan tersebut juga harus faham benar akan system hukum di Negeri Indonesia karena pada dasarnya para anggota DPR bertugas untuk menyuarakan keingan rakyat dan menuangkan ke dalam suatau peraturan – perundang undangan.Sehingga sumber daya yang berkualitas yang faham akan system dan strtuktur pemerintahan serta konstitusi dan mampu berfikir dengan penalaran dan logika yang baguslah yang seharusnya menjadi anggota perwakilan rakyat ,mengingat tugas dan amanah yang dipegang para anggota DPR adalah menyangkut hajat hidup rakyat di seluruh Indonesia.
                Jika dengan menggunakan logika yang benar ,serta adanya pemahaman yang benar akan system hukum di Negara Indonesia tentu bukan menjadi sebuah impian untuk dapat menciptkan Negara Indonesia yang mampu melindungi kepentingan setiap warganya serta memberikan kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat.Hal tersebut juga berarti bahwa logika mampu menegakkan hukum secara tidak langsung.Dengan terciptanya masyarakat yang sadar hukum tentu hak asasi dari setiap indirvidu akan terlindungi dengan baik.
 C.Kesimpulan
·         Negara Indonesia adalah Negara Hukum terbukti dalam pasal 1 ayat 3 UUDNKRI Tahun1945 yang berimplikasi  pada hukum digunakan sebagai aturan main dalam kehidupan bernegara bukan berdasarkan pada kekuasaan belaka
·         Sesungguhnya undang – undang sebagai salah satu produk hukum masih menimbulkan ketidak adilan bagi beberapa pihak  ,yakni pasal 280 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota DPR,DPRD ,dan DPD
·         Ketidakadilan tersebut dapat terjadi karena kualitas dari pembentuk undang – undang sendiri  yakni ( Dewan Legislative : DPR ,DPRD,DPD) yang kurang memahami struktur pemerintahan dan konstitusi Negara Indonesia  terbukti dengan tidak adanya syarat yang mengindasikan hal tersebut dalam UU Nomor 8 Tahun 2012
·         Peran Logika sesungguhnya sangat dibutuhkan mengingat hukum tidak mampu dibandang hanya dari sudut saja melainkan harus dipandang dengan bersistem agar menimbulkan kesatuan.Sehingga mampu menciptkan  pradak hukum yang berkeadilan dan melindungi Hak Asasi dari masyarakat pada umumnya .


[1] Aidul Fitriciada Azhari ,Negara Hukum Indonesia : Dekolonisasi dan Rekonstruksi Tradisi ,Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ,ISSN 0854 – 8498 ,Volume.19 ,Nomor.4 , Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta,Surakarta ,2012 ,hal 498 - 648
[2] Muhammad Bakrie , Pengantar Hukum Indonesia ,Universitas Brawijaya Pers ,Malang ,2011 ,hal 4
[3] Lihat Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Pasal 362
[4] Abdul Rachmad Budiono ,Pengantar Ilmu Hukum ,Bayumedia Publishing ,Malang ,2005 ,hlm21
[5] Lihat pasa 208 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR ,DPRD ,dan DPD
[6] Abdul Rachmad Budiono ,Loc.cit
[7] Lihat Pasal 5 ayat 1 Undang – Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[8]Black’s law Dictionary Special Deluxe Fifth Edition , WEST Thomas Reuters Business,America,1979 ,hal 24
[9] Black’s Law Dictionary Ninth Edition ,WEST Thomas Reuters Business ,America ,2009 ,hal 27
[10]Nurlela Adnan ,Ermiati dan Rosnida M.Nur ,Kamus Bahasa Indonesia ,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ,Jakarta ,1994 ,hal 441
[11]Lihat Pasal 7 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan
[12] Muhammad Bakrie ,Op.cit ,hal277
[13]Muchamad Ali Safa’at (Eds) ,Anotasi Pemikiran Hukum dalam Perspektif Filsafat Hukum  , Universitas Brawijaya Perss ,Malang 2014, hal45
[14] Abdul Ghofur Anshori ,Filsafat Hukum ,Gajah Mada University Perss ,Yogyakarta ,2009 ,hal 45
[15] Soehino ,Ilmu Negara , Liberty ,Yogyakarta 2008 ,hal 117
[16] Lihat Pasal 20 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[17] Lihat Pasal 51 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,DPRD,dan DPD
[18] Paul Scholton ,Belanda ,Struktur Ilmu Hukum ,Terjemahan oleh Arief Sidharta ,Alumni ,Bandung ,2011 ,hal 28
 

my words | Trisna Widyaningtyas | Instagram | Privacy Policy