Subject : Logika dan Penalaran
A.Latar Belakang
Indonesia adalah Negara hukum
hal tersebut dapat diketahui dalam
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang termuat dalam
Pasal 1 angka 3 yang berbunyi sebagai berikut ,” Negara Indonesia adalah Negara
Hukum “.Itu berarti bahwa Negara berdasar pada Rechtstaat bukan pada kekuasaan belaka Machtsstaat
.Dengan dimuatnya ketentuan tersebut dalam norma dasar yakni Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia maka norma hukum sebagai norma tertinggi
dalam tata hukum Nasional Negara Indonesia [1]
Aturan atau pedoman yang
digunakan di dalam masyarakat tersebut
bisa juga disebut dengan norma.Norma memberitahukan apa yang boleh dan tidak
boleh kita lakukan[2].Norma
tersebar dalam berbagai bentuk ada norma yang dilihat berdasarkan daya ikatnya
,ada norma yang dilihat berdasarkan sanksi yang diberikan ataupun berdasarkan
bentuknya yakni tertulis maupun tidak tertulis.Dan Norma hukum adalah berbentuk
tertulis yang mengikat dan bersanksi tegas.
Konsekuensi dari bentuk tertulis
,bersanksi tegas adalah masyarakat akan mematuhi norma hukum.Jika kita lihat
pada norma kesopanan maka sanksi yang diberikan tentu tidak akan setegas pada
sanksi hukum.Sebagai contoh adalah ketika terjadi pencurian di masyarakat maka
mereka akan menyelesaikan peristiwa yang menimbulkan kerugian pada orang lain tersebut
dengan menggunakan jalur hukum yakni mengacu pada Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana pada pasal 362 tentang pencurian yang memberikan hukuman selama 5 tahun
( untuk pencurian pokok ) [3]hal
tersebut akan memberikan efek jera bagi pelakunya sebagaimana sifat dari hukum
itu sendiri.
Selain karena ciri norma hukum yang tegas tersebut terdapat tujuan
dari hukum sendiri yang sesungguhnya
memberikan manfaat bagi masyarakat.Hukum bertujuanuntuk memberikan keadilan
,kemanfaatan dan ketertiban bagi
masyarakat serta berusaha untuk menjaga kepentingn dari tiap individu [4].Hal
tersebut tentu bukanlah hal yang merugikan bagi masyarakat jika tujuan hukum
tersebut dapat dicapai.
Keadilan mampu memberikan kedudukan yang seimbang bagi seluruh pihak
,adil tidak menimbulkan kesewenang – wenangan.Masyarakat dari segala lapisan
dapat diberlakukan sama dalam hal tertentu.Namun apa yang teerjadi jika
keadilan tersebut justru tidak mampu dicapai oleh hukum yang sejatinya ingin
menuju keadilan pada awal pembentukanya.Sebagai contoh adalah adanya beberapa
peraturan dalam perundang – undangan yang sejatinya tidak menimbulkan keadilan
saat diterapkan di masyarakat.Yakni sebagai contoh adalah yang diberitakan
dalam situs hukumonline dimana berkaitan
dengan Partai politik yang boleh maju dalam Pemilu 2009 adalah mereka yang
memiliki kursi di parlemen.
Dalam Undang – Undang Nomor 8
Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR ,DPD dan DPRD (Pemili Legislatif
).Ketentuan pasal 208 dalam undang – undang tersebut menyatakan bahwa ketika
partai politik yang memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dengan Parpol
peserta pemilu sebelunya hal tersebut
dirasa sangat diskriminatif karena menyebabkan sebagian Partai menang tapi
dibatasi oleh (parliamentary threshold ) menjadi tidak mendapat kursi dalam
parlemen.[5]Hal
tersebut dirasa tidak adil mengingat para dewan rakyat tersebut dipilih
langsung oleh rakyat.Kasus ini sampai berlanjut pada Mahkamah Konstitusi .
Hukum ada yang dibuat oleh lembaga yang berwenang ada pula yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat[6].Mengenai
peraturan perundang – undangan tersebut maka pejabat yang berwenang membuatnya
adalah lembaga legislative Negara bersama dengan Presiden sebagaimana amanah dari Pasal 5 ayat 1 yang
berbunyi sebagai berikut ,” Presiden berhak mengajukan rancangan undang -
undangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat “[7]
.Lembaga legislative Negara dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
tersebar di daerah – daerah hingga ke pusat.Undang – Undang Ketenagakerjaan
tersebut dibuat oleh DPR pusat atau disebut dengan DPR RI (Republik Indonesia
).
Anggota DPR tentunya merupakan orang pilihan ,tidak semua orang dapat
menduduki kursi tersebut.Untuk menjadi seorang anggota DPR tentu membutuhkan
kualifikasi yang tinggi yang ditentukan dalam berbagai syarat ,apalagi mereka
adalah pilihan rakyat begitu banyak kepercayaan yang tercurahkan pada lembaga
yang berwenang membentuk undang – undang tersebut. Dengan demikian terlihat
begitu esesnsialnya kedudukan dari seorang dewan legislative Negara apalagi
yang berkedudukan di pusat untuk membentuk suatu undang – undang yang berlaku
secara menyeluruh bukan secara regional saja semisal Peraturan Daerah Kabupaten
Blitar Nomor 6 Tahun 2012 tentang Koperasi dan Usaha Mikro ,Kecil ,Menengah
yang hanya berlaku di Kabupaten Blitar saja.Terlihat bahwa dampak yang
ditimbulkan dalam peraturan perundang – undangan lebih menyeluruh ,general
disbanding dengan peraturan daerah yang lingkupnya hanya sebatas daerah
tersebut.
Apa yang terjadi jika undang –
undang yang berdampak besar bagi masyarakat tersebut justru menimbulkan suatu
ketidak adilan bagi masyarakat.Bagaimana landasan dari berfikir para pembentuk
undang – undang ( DPR ) dalam merumuskan berbagai peraturan perundang –
undangan sehingga menimbulkan ketidak adilan bagi sebagian pihak saja.Apakah
benar seperti yang diungkapkan Paul dalam bukunya Struktur Ilmu Hukum ,yang
menyatakan bahwa hukum hanya dibentuk atas dasar tindakan kesewenang – wenangan
para pembentuk undang – undang. Tentu hal ini salah. Para pembentuk undang –
undang tersebut sudah selayaknya berfikir menggunkan logikanya tanpa memandang
tujuaan sesaat yang hanya menguntungkan dirinya dan merugikan masyarakat.Logika
mampu mengerucutkan suatu permasalahan kedalam suatu titik temu sehingga mampu
menyelesaikan suatu permasalahan dengan berlogika kita mampu merencanakan
sesuatau berdasar pada theorinya dan kenyataan saat ini ,sehingga logika mampu
memandang secara keseluruhan bukan hanya saat diawal namun sampai di akhir.Oleh
karenanya bagi penulis dianggap perlu untuk memberikan pendidikan bagi para
pembentuk undang – undang baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.
Dari pemaparan Latar Belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut
yakni :
1.Mengapa Logika
diperlukan bagi para pembentuk peraturan perundang – undangan ?
B.Analisis
B.1 Undang –
Undang
Sebagai Negara hukum yang selalu
menjadikan hukum sebagai pedoman hidup dan aturan main dalam kehidupan
bermasyarakat (supreme) maka kita sudah tidak asing dengan kata – kata undang –
undang. Dalam bahasa Inggris undang – undang disebut sebagai act atau rule.Dalam
system hukum di Malaysia yang merupakan Negara Persemakmuran Inggris
menggunakan Act sebagai undang –
undang , contoh misalnya Act 360 yang
membahas tentang Bankrupty .Dalam
Black’s Law Dictionary act tertulis sebagai berikut ,”Denotes external manifestation of actor’s will.Restatement ,
2.Exspression of will or purpose……….. a performance”[8].Dalam
hal ini terlihat jika act sama dengan
action yang berarti bahwa sikap nyata
dari sebuah hal ,atau dapat juga berarti tindakan nyata akan sesuatu hal .Jika
kita menghubungkan act dengan legistlative yang berarti badan pembuat undang –
undang maka dapat dituliskan sebagai berikut , Legislative act dituliskan sebagai berikut ,” an alternative name for statutory law “[9].Kalimat
tersebut jika diterjemahkan menjadi pilihan nama dalam sesuatu hal menurut
undang – undang atau nama untuk undang – undang ini berarti bahwa act mengacu
pada undang – undang.Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia kata undang –
undang berarti ,aturan- aturan ataupun kaidah [10].
Dari sini kita dapat menenmukan titik temu dari pengertian undang – undang
yakni aturan ataupun kaidah.Aturan sendiri merupakan sesuatu hal yang harus
diikuti ataupun dipatuhi.Memberikan sesuatu hal yang boleh dan tidak boleh
untuk dilakukan.
Undang – Undang merupakan salah satu produk hukum dalam system hukum.Hal
tersebut dapat dilihat di hirarti peraturan perundang – undangan Republik
Indonesia yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Pemebentukan Peraturan Perundang – Undangan.Dalam pasal 7 pada undang –
undang tersebut terdapat hirarki dari peraturan perundang – undangn Republik
Indonesia sebagai berikut : [11]
1.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 ;
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ;
3.
Undang – Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang – Undang ;
4.
Peraturan Pemerintah ;
5.
Peraturan Presiden ;
6.
Peraturan Daerah Profinsi ; dan
7.
Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.
Dari hirarki peraturan perundang – undangan tersebut terlihat bahwa
undang – undang memiliki kedudukan yang cukup tinggi,kedudukan tersebut
berimplikasi salah satunya yakni , jika terjadi pertentangan diantara peraturan
perundang – undangan tersebut maka akan tunduk pada yang lebih tinggi layaknya
dalam asas hukum Lex Superior derogate
lex inferior yang berarti bahwa
peraturan perundang – undangan yang lebih rendah tingkatanya akan
dikesampingkan dengan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi[12].
Dari hal ini kita dapat menyimpulkan jika undang – undang adalah salah
satu produk hukum dalam System Hukum di Indonesia yang menganut Civil Law . Hukum sendiri adalah
himpunan petunjuk hidup (berisi perintah dan larangan ) yang mengatur tata
tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat
dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari
masyarakat yang bersangkutan[13].Sehingga
undang – undang sebagai salah satu praduk hukum tersebut dibuat dengan berbegai
latar belakang yang bertujuan demi kemanfaatan untuk masyarakat karna jika
terjadi pelanggaran akan memberikan sanksi.Oleh karenanya penyimpangan akan
tujuan awal dari pembentukan undang – undang dapat dikatakan inkonstitusional
mengingat sumber dari segala hukum adalah Pancasila dan Undang – Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
B.1 Pembentuk
Undang – Undang
Hukum sendiri bersifat normative yakni apabila pemerintah yang sah
mengeluarkan peraturan menurut undang – undang yang berlaku ,peraturan tersebut
ditanggapi sebagai norma berlaku secara yuridis ,yakni peraturan tersebut
terasa mewajibkan sedemikian rupa sehingga orang tidak mematuhi peraturan
tersebut dapat dituntut hukuman melalui pengadilan[14].
Sebegitu kuatnya sifat hukum menyebabkan orang akan mematuhi peraturan –
peraturan yang termasuk di dalamnya .Hal tersebut berarti bahwa para pemebentuk
undang – undang memiliki kedudukan yang sangat penting mengingat apa yang
dibentuknya akan menyebabkan semua orang akan patuh terhadapnya bahakan
terdapat sanksi bagi pelanggarnya.
Jika dikatakan tindakan sewenang – wenang saya rasa juga pas karena
pembentuk undang – undang tidak berdasarkan suara rakyat Indoensia keseluruhan
melainkan hanya suara dari mereka Lembaga Legislative Negara yang bisa disebut
juga dewan perkawilan .Mamang benar mereka merupakan pilihan rakyat namun apa
yang mereka bentuk bukanlah aspirasi rakyat pada umumnya melainkan keinginan
pada diri sendiri akan kesenengan individual yakni kesenangan mereka sendiri.
Jika kita mengingat teori tentang trias
politika penamaan tersebut diberikan oleh Immanual Kant dan diajarkan
oleh Montesque.
Menurut Montesque perlu dipisah – pisahkan kekuasaan dalam suatu Negara
agar tidak terjadi kemungkinan – kemungkinan tindakan kesewenang – wenangan
oleh penguasa ,atau tidak memungkinkan
dilaksanakanya system pemerintahan yang absolut.Kemudia Montesque membagi kekuasaan menjadi tiga yakni pembuatan
undang - undang (legislative) pelaksana
undang – undnag (esekutif ) dan pihak yang terakhir adalah dalam hal kehakiman
( yudikatif )[15].Kekuasaan
legislative dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD),dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).Sedangkan kekuasaan
Esekutif terletak pada Presiden ,Mentri – Mentri hingga pejabat structural di
tingkat daerah. Sementara kekuasaan yudikatif dipegangg oleh Kekuasaan
Kehakiman yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung hingga peradilan
dibawahnya.
Sebagai lembaga Esukutif yang berfungsi untuk membentuk Undang – Undang ,Dewan
Perwakilan Rakyat melakukan tugasnya selain berdasarkan amanat Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia pada pasal 5 (ayat 1 ) yang telah saya paparkan
dalam Latar Belakang. Terdapat pula mandate yang lebih explisit mengenai tugas
tersebut, yakni dalam pasal 20 ayat 1 Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi sebagai berikut ,” Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk undang – undang “[16].Kosekuensi
dari pasal tersebut bahwa DPR memiliki wewenang yang sah dalam membentuk undang
– undang meskipun saat ini masih terdapat produk hukum DPR yang masih jauh dari
yang diharapkan. Oleh karenanya dirasa sangat penting bagi para Anggota DPR
agar menggunakan daya nalar serta logika dalam membentuk suatu peraturan
perundang – undangan. Jika kita melihat syarat untuk menjadi anggota DPR dalam
Undang – Undang Tentang Pemilihan Umum DPR ,DPRD dan DPD maka muatan ilmu hukum
tidak terdapat dalam salah satu ketentuanya.Dalam pasal 51 disebutkan sebagai
berikut [17]:
1.Bakal Calon anggota DPR
,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten / kota adalah Warga Negara Indonesia dan
harus memenuhi persyaratan :
a.telah
berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih ;
b.bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa ;
c.bertempat
tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ;
d.cakap
berbicara ,membaca ,dan menulis dalam bahasa Indonesia
e.berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas ,madrasah
aliyah ,sekolah menengah kejuruan,madrasah aliyah kejuruan ,atau pendidikan
lain yang sederajat ;
f.setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara ,Undang – Undang Dasara
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ,dan cita – cita Proklamasi 17 Agustus
1945;
g.tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih ;
h.sehat jasmani dan rohani
i.terdaftar sebagai pemilih
j.bersedia bekerja penuh waktu
k.mengundurkan diri sebagai kepala daerah ,wakil kepala daerah ,PNS
,anggotaTNI ,anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia ,direksi ,komisaris
,dewan pengawas dan karyawan pada BUMN dan / atau BUMD atau badan lain yang
anggaranya bersumber ari keuangan negara ,yang dinyatakan dengan surat
pengunduran diri yang tidak dapat ditaraik kembali.
l.bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan public ,advokat /
pengacara ,notaris ,pejabat pembuat akta tanah (PPAT) ,atau tidak melakukan
pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara
serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas
,wewenang ,dan hak sebagai anggota DPR ,DPRD provinsi ,dan DPRD kabupaten /
kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
m.bersedia untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainya
,direksi ,komisaris ,dewan pengawas dan karyawan pada BUMN / BUMD yang
anggarannya bersumber dari keuangan negara.
n.menjadi anggota Parta Politik Peserta Pemilu
o.dicalonkan hanya di 1 lembaga perwakilan
p.dicalonkan hanya di 1 daerah pemilihan.
Dari uraian pasal tersebut diketahui bahwa tidak adanya syarat tertentu
mengenai tingkat pendidikan tertentu misalnya strata satu dalam bidang apapun
,dan menurut saya hal tersebut adalah sebuah ironi.Memang untuk belajar logika
tidak harus melalui Ilmu Hukum. Namun Undang – Undang merupakan salah satu
produk hukum ,bahkan mandate yang diberikan oleh DPR langsung dari konstitusi
Negara yakni Undang – Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
C.Logika
Peran Logika sangat diperlukan
dalam pembentukan peraturan perundang – undangan karena logika mampu
mensistemasi suatu hal melalui sudut pandanganya.Karena sesungguhnya dalam
hukum juga terdapat ilmu sejarah serta ilmu sosiologis yang harus dipandang
menjadi satu kesatuan[18]
. Oleh karena hukum bukan hanya tentang suatu produk yang dihasilkan oleh
pejabat yang berwenang semata demi kekuasaan belaka.Namun jika kita melihat
melalui kacamata logika kita mampu mensistemasi bahwa hukum juga harus dilihat
dari segi sejarah maupuan kondisi sosiologis dari masyarakat. Kondisi
sosiologis memang bukan ranah dalam ilmu hukum namun kita harus mampu
mensistemasi bahan terberi tersebut agar menjadi satu kesatauan yakni suatu
hukum yang mampu mendamaikan masyarakat bukan seperti pada kasus yang justru
menimbulkan perceraian antar anggota partai politik.
Sehingga perlu dirasa untuk
berfikir dengan menggunakan logika terlebih dahulu sebelum merumuskan suatu
aturan.Jika kita mampu memahami kondisi sosiologis dari masyarakat Indonesia
yang berbeda – beda tentu rawan terjadi konflik maka seharusnya peraturan
tersebut jangan menimbulkan suatu ketidakaadilan yang tidak berdasar.Logika hukum
juga tidak berbicara mengenai kondisi masyarakatnya namaun juga mengani
sejarahnya.Sejarah disini dapat kita maksudkan adalah mengenai filosofi dari
setiap peraturan yang ada. Sejarah bukanlah hanya sebagai cerita namun kita
harus mampu mengambil filosinya agar kita dapat mengambil pelajaran dari
kebradaban masyarakat dahulu untuk dapat disampaikan ke masyarakat dewasa saat
ini .
Sehingga jika bisa menghubungkan
bahwa untuk menciptakan suatau peraturan yang mampu memberikan keadilan kita
harus melihat pejabat yang berwenang mengenai aturan tersebut.Dan tentunya
sumber daya dari para pembentuk aturan tersebut juga harus faham benar akan
system hukum di Negeri Indonesia karena pada dasarnya para anggota DPR bertugas
untuk menyuarakan keingan rakyat dan menuangkan ke dalam suatau peraturan –
perundang undangan.Sehingga sumber daya yang berkualitas yang faham akan system
dan strtuktur pemerintahan serta konstitusi dan mampu berfikir dengan penalaran
dan logika yang baguslah yang seharusnya menjadi anggota perwakilan rakyat
,mengingat tugas dan amanah yang dipegang para anggota DPR adalah menyangkut
hajat hidup rakyat di seluruh Indonesia.
Jika dengan menggunakan logika
yang benar ,serta adanya pemahaman yang benar akan system hukum di Negara
Indonesia tentu bukan menjadi sebuah impian untuk dapat menciptkan Negara
Indonesia yang mampu melindungi kepentingan setiap warganya serta memberikan
kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat.Hal tersebut juga berarti bahwa
logika mampu menegakkan hukum secara tidak langsung.Dengan terciptanya
masyarakat yang sadar hukum tentu hak asasi dari setiap indirvidu akan
terlindungi dengan baik.
C.Kesimpulan
·
Negara Indonesia adalah Negara Hukum terbukti
dalam pasal 1 ayat 3 UUDNKRI Tahun1945 yang berimplikasi pada hukum digunakan sebagai aturan main
dalam kehidupan bernegara bukan berdasarkan pada kekuasaan belaka
·
Sesungguhnya undang – undang sebagai salah satu
produk hukum masih menimbulkan ketidak adilan bagi beberapa pihak ,yakni pasal 280 UU Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pemilihan Anggota DPR,DPRD ,dan DPD
·
Ketidakadilan tersebut dapat terjadi karena
kualitas dari pembentuk undang – undang sendiri
yakni ( Dewan Legislative : DPR ,DPRD,DPD) yang kurang memahami struktur
pemerintahan dan konstitusi Negara Indonesia
terbukti dengan tidak adanya syarat yang mengindasikan hal tersebut
dalam UU Nomor 8 Tahun 2012
·
Peran Logika sesungguhnya sangat dibutuhkan
mengingat hukum tidak mampu dibandang hanya dari sudut saja melainkan harus
dipandang dengan bersistem agar menimbulkan kesatuan.Sehingga mampu
menciptkan pradak hukum yang berkeadilan
dan melindungi Hak Asasi dari masyarakat pada umumnya .
[1]
Aidul Fitriciada Azhari ,Negara Hukum
Indonesia : Dekolonisasi dan Rekonstruksi Tradisi ,Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ,ISSN 0854 – 8498
,Volume.19 ,Nomor.4 , Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta,Surakarta ,2012 ,hal 498 - 648
[2]
Muhammad Bakrie , Pengantar Hukum
Indonesia ,Universitas Brawijaya Pers ,Malang ,2011 ,hal 4
[3]
Lihat Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Pasal 362
[4]
Abdul Rachmad Budiono ,Pengantar Ilmu
Hukum ,Bayumedia Publishing ,Malang ,2005 ,hlm21
[5]
Lihat pasa 208 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR
,DPRD ,dan DPD
[6]
Abdul Rachmad Budiono ,Loc.cit
[7]
Lihat Pasal 5 ayat 1 Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[8]Black’s
law Dictionary Special Deluxe Fifth Edition , WEST
Thomas Reuters Business,America,1979 ,hal 24
[9]
Black’s
Law Dictionary Ninth Edition ,WEST Thomas Reuters Business ,America
,2009 ,hal 27
[10]Nurlela
Adnan ,Ermiati dan Rosnida M.Nur ,Kamus
Bahasa Indonesia ,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa ,Jakarta ,1994 ,hal 441
[11]Lihat
Pasal 7 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang – Undangan
[12] Muhammad
Bakrie ,Op.cit ,hal277
[13]Muchamad
Ali Safa’at (Eds) ,Anotasi Pemikiran
Hukum dalam Perspektif Filsafat Hukum , Universitas
Brawijaya Perss ,Malang 2014, hal45
[14]
Abdul Ghofur Anshori ,Filsafat Hukum ,Gajah
Mada University Perss ,Yogyakarta ,2009 ,hal 45
[15]
Soehino ,Ilmu Negara , Liberty
,Yogyakarta 2008 ,hal 117
[16]
Lihat Pasal 20 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[17]
Lihat Pasal 51 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR,DPRD,dan DPD
[18]
Paul Scholton ,Belanda ,Struktur Ilmu Hukum ,Terjemahan oleh
Arief Sidharta ,Alumni ,Bandung ,2011 ,hal 28