Analisa Kasus Penerapan Pasal Pada
Undang – Undang No.32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Dalam Kasus Pembuangan Limbah Pabrik Tekstil ke Sungai Citarum
Oleh :
Trisna Widyaningtyas
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2014
Kasus
Sumber ,Koran Tempo ,edisi Selasa ,25 Februari 2014
Uraian Singkat Kasus
Hail Audit BPK terdapat 17 Perusahaan yang melanggar baku
mutu dari kualitas pengelolaan pabrik tekstil yang membuang limbah di Daerah
Aliran Sungai(DAS)Citarum .Akibat hal tersebut negara menderita kerugian oleh
aktivitas pembungan limbah tersebut.
Peran
pemerintah terlihat dengan pengalokasian dana sebesar 1,3 triliyun untuk
merehabilitasi lingkungan hidup.Salah satu program pemerintah dalam pembenahan
Sungai Citarum yakni pembenahan sejauh 77 kilometer dari hulu hingga Waduk
Saguling .Pemerintah juga telah bekerja sama dengan Polda Jawa Barat
untuk memberikan sanksi ataupun peringatan kepada perusak sungai.
1.apakaj pemerintah pusat dan daerah
,bumn,swasta
Tidak seharusnya masyarakat
juga berperan sesuai pasal 70
Penjelasan pasal
2.Produk hukum apa bumn dan swasta dalam
pengelolaan suangai citarum
a.Yang patut disalahkan siapa apakah
manusia,instansasi ,pemerintah dasarnya apa ?
menurut kami semua pihak belum
menjalakan dalam hal berkenaan lingkungan hidup sesuai dengan kedudukanya
misal dari perusahaan : belum ssadarnya
akan pentingnya lingkungan hidup diketahui pembungan limbah
pemerintah belum juga melalkukan kewajubanya sesuai dengan
kedudukanya dengan mengeluarkan kebijakan serta sosialsiasi dan pengawasan 71
,98 ketentuan pidana
Bab I
Pendahuluan
Kehidupan masyarakat dan
negara-negara yang menyandang predikat sebagai negara berkembang, terus
diliputi kesibukan mendesain dan memacu pembangunan nasionalnya. Karakteristik
pembangunan negara-negara berkembang ini menempatkan sektor industri sebagai
salah satu alternatif untuk memajukan perekonomian negara yang bersangkutan.
Dengan kata lain, peran sektor industri dianggap sangat menunjang keberhasilan
pembangunan ekonomi negara tersebut, terutama dalam perspektif pembangunan
jangka panjang.
Berdasarkan
anggapan tersebut, Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan pun pernah
melaporkan, bahwa industri menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat
modern dan merupakan motor penggerak yang tidak tergantikan bagi pertumbuhan.
Bagi negara-negara berkembang, industri sangat esensial untuk memperluas
landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.[1] Pengalaman di hampir semua
negara menunjukkan, bahwa industrialisassi sangat perlukarena menjamin
pertumbuhan ekonomi.[2]
Bangsa Indonesia meskipun sedang
giat-giatnya menumbuhkan dan mengembangkan sektor industrinya, tidak berarti
aktifitas industri tekstil mengabaikan dalil-dalil lingkungan dan perangkat
peraturan hukum pendukung kelestarian fungsi lingkungan hidup.[3] Menggapai keuntungan
ekonomi adalah hal yang wajar dalam aktifitas industri. Namun, kalangan
pengusaha industri tekstil tidak dapat mengabaikan dalil lingkungan dan
perangkat peraturan hukum sebagai instrumen pencegahan pencemaran limbah
industrinya.
Fenomena
pencemaran limbah industri mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup akan
terus berlanjut, jika komitmen dasar industri-industri tekstil nasional tetap
mengedapankan dan memperhitungkan nilai keuntungan ekonomi semata, tanpa
memperdulikan pencemaran limbah industrinya.
Meskipun
idealnya tujuan industrialisasi tersebut, upaya nyata untuk mengaplikasikannya
berpengaruh pula terhadap keberadaan lingkungan hidup, yakni mencuatnya
fenomena pencemaran limbah industri yang terus mengancam kelestarian fungsi
lingkungan hidup dalam jangka panjang.
Beberapa
tahapan proses di dalam industri tekstil dikenal banyak membawa masalah terhadap
lingkungan, karena menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan selama proses
produksi.[4] Pencemaran lingkungan
hidup akibat buangan limbah industri tekstil, akan mengganggu kehidupan
masyarakat dan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup secara berkesinambungan.
Di zaman sekarang, air menjadi masalah
yang memerlukan perhatian serius. Untuk mendapatkan
air yang baik sesuai dengan standar terntentu sudah cukup sulit untuk di
dapatkan. Hal ini dikarenakan air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam
limbah dari berbagai hasil produksi industri. Sehingga menyebabkan kualitas air
menurun, begitupun dengan kuantitasnya. Gejala umum pencemaran air akibat limbah yang sangat tampak
adalah berubahnya keadaan fisik maupun peruntukan sesuatu lingkungan. Air
sungai sekitar
lokasi industri pencemar, yang semula berwarna jernih, berubah menjadi keruh
berbuih dan terbau busuk, sehingga tidak layak dipergunakan lagi oleh warga
masyarakat sekitar untuk mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air minum. Pencemaran air dapat berdampak
menjadi penyebab ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan
hutan akibat hujan asam, dsb.
Lingkungan
hidup merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki peran yang sangat
strategis terhadap keberadaan makhluk ciptaan Tuhan, termasuk manusia. Oleh
karena itu, manusia sebagai subjek lingkungan hidup memiliki peran yang sangat
penting atas kelangsungan lingkungan hidup.[5] Dampak kegiatan industri
dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan
masyarakat sekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah,air, udara
termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri.[6] Pencemaran lingkungan
hidup tersebut menurut Wisnu Arya Wardhana sangat merugikan manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian secara langsung adalah
dirasakan akibatnya secara cepat, sedangkan kerugian secara tidak langsung
adalah lingkungan menjadi rusak, sehingga daya dukung alam terhadap
kelangsungan hidup manusia menjadi berkurang.[7] Terhadap kesehatan warga
masyarakat sekitar dapat timbul penyakit dari yang ringan seperti gatal-gatal
pada kulit sampai yang berat berupa cacat genetic pada anak cucu dan generasi
berikut.
Pemerintah
telah membuat berbagai Undang-Undang dan peraturan yang terkait dengan
pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran air sungai. Tetapi, meskipun
berbagai undang-undang dan peraturan telah dibuat, namun belum efektif dalam
mengatasi kasus pencemaran air limbah tekstil yang telah terjadi. Hal ini dapat
disebabkan karena lemahnya penegakan hukum terkait dengan masalah pencemaran
lingkungan. Pengertian dan persepsi yang berbeda mengenai masalah lingkungan
hidup sering menimbulkan ketidak harmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Akibatnya seringkali terjadi kekurang tepatan dalam menerapkan berbagai
perangkat peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan
masyarakat dan pemerintah.
Bab II
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah kami paparkan diatas beserta berita yang kami dapat
dari sumber media cetak maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
II.1
Apakah pembuangan limbah pabrik tekstil yang
diketahui melanggar baku mutu kualitas pengelolaan limbah tekstil
melanggar ketentuan pasal 20 (tentang baku mutu lingkungan ) pada UU.No.32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sehingga dikatakan
melanggar Ketentuan Pidana Lingkungan Hidup ?
II.2
Apakah kewenangn Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit lingkungan
hidup dibenarkan dalam UU.No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ?
III.3
Apakah kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam rencana pemerintah telah
sesuai dengan kewenangn Pemerintah pusat dalam pengelolaan dan penangan
lingkungan hidup yang diatur dalam pasal 63 UU.No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ?
III.4
Apakah alokasi dana yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Bandung untuk
rehabilitasi Sungai Citarum telah sesuai dengan pasal 46 UU.No 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Llingkungan Hidup ?
III.5
Apa upaya yang seharusnya dilakukan Pemerintah berkenaan dengan pelanggaran
pembuangan limbah pabrik tekstil yang melampaui baku mutu kualitas pengolahan
sehingga mencemari Daerah Aliran Sungai
Citarum ?
Bab III
Pembahasan
III.1.a Pengertian Limbah Pabrik Tekstil
Sebelum kita membicarakan
baku mutu pengelolaan limbah tekstil alangkah baik bila kita mengetahui maksud
dari limbah pabrik tekstil.Limbah pabrik tekstil memang berbeda dengan limbah
pabrik pada lainya semisal pada limbah pabrik makanan seperti tahu tempe.Limbah
pabrik tahu menghasilkan limbah padat dan cair.Pada limbah padat dimanfaatkan
untuk pakan ternak ,namun pada limbah cair harus diolah terlebih dahulu agar
tidak merusak lingkungan karena pada limbah cair terdapat BOD (Biochemical Oxygen Demand),
COD (Chemical Oxygen Demand),
TSS, dan minyak/lemak berturut - turut sebesar 4583, 7050, 4743 dan 26 mg/l.[8]Seperti artikel yang
dikutip di kompas bahwa baku mutu limbah cair industri produk makanan dari
kedelai menurut KepMenLH No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
Bagi Kegiatan Industri, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk BOD, COS, dan
TSS berturut - turut adalah 50, 100, 200 mg/l. Sehingga terlihat jelas bahwa
limbah cair industri tahu melebihi baku mutu yang telah dipersyaratkan.
Lain halnya
limbah pabrik tahu yang masih dapat dimanfaatkan ,pada limbah pabrik tekstil belum
terdapat pemanfaatan secara langsung berkenaan dengan limbah cair.Sampai sejauh
ini penelitian mengacu pada cara pengolahan limbah pabrik tekstil.Terdapat
pemanfaatan limbah cair bila berkenaan dengan sisa kain yang tag terpakai.Namun
konteks penulisan ini mengacu pada limbah cair pabrik tekstil.Limbah pabrik tekstil memiliki
kadar warna dan COD yang cukup tinggi karena sebagian besar limbah yang
dihasilkan berupa campuran dari bahan - bahan organik sebagai produk samping
dari proses produksi.Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang
berwarna dengan COD (Chemical Oxygen Demand) tinggi dan
bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai.
Menurut G.Alert , COD
adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS
Santika, 1987). COD adalah
jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat
teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis
maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi
oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent)
menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom[9].Dari
hal tersebut diketahui bahwa zat organis tersebut berbahaya bagi makhluk hidup
sehingga dibutuhkan oksigen untuk mengoksidasi zat organik tersebut agar aman
bagi makhluk hidup.Bila kandungan COD semakin tinggi dapat disimpulkan semakin
berat pula zat organik yang terkandung dalam limbah tersebut.
II.1.b Pengertian
Baku Mutu Lingkungan
II.1.b.1
Pengaturan Baku Mutu Lingkungan Dalam UU.32 Tahun 2009 Tetang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 20 UU No.32 tahun 2009 berkaitan tentang baku
mutu lingkungan.Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa ,Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku
mutu lingkungn hidup[10].Dari
pasal tersebut diketahui bahwa tolak ukur pencemaran lingkungan dilihat dari
baku mutu lingkungan.Pada penjelasan pasal 20 ayat 2 b dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar polutan
yang ditenggang untuk dimasukkan ke media air.Sementara jenis kadar polutan
seperti apa tidak dijelaskan dalam undang – undang ini.Namun dalam pasal 20
ayat 5 disebutkan bahwa ,ketentuan lebih
lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 2
huruf b,huruf e ,dan huuf f diatur dalam peraturan mentri. [11]
III.1.b.2 Pengaturan Tentang Baku Mutu Lingkungan Dalam
Peraturan Mentri No.3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan
Industri
Peraturan
Mentri No.3 tahun 2010 mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan
Industri ,pada pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa ,
Baku
mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang
atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
Selanjutnya
dalam pasal 1 angka 4 juga disebutkan apa yang dimaksud dengan sumber air yakni
,
Sumber air adalah
wadah air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air,
sungai, rawa, danau,
situ, waduk, dan muara.
Dari
pemeparan kedua pasal tersebut jelas terlihat bahwa baku mutu adalah jumlah
unsur pencemar dalam limbah yang dapat dibuang ke suangai (salah satu sumber
air ) dari suatu usaha (usaha pabrik tekstil ).Unsur pencemar yang tidak
terlalu mebahayan ekosistem dari sumber air tentu dapat dibuang secara langsung
ke sumber mata air .Namun apa yang terjadi bila lambah yang mengandung berbagai
macam zat kimia ,dan unsur logam yang dapat merusak kelangsungan ekosistem dari
sumber mata air tersebut.Pasal 11 peraturan mentri ini mengisyaratkan untuk
dilakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah sebelum dibuang ke sumber
mata air.Adapun bunyi pasal 11 tersebut yakni sebagi berikut ,
Instalasi Pengolahan
Air Limbah Terpusat yang selanjutnya disebut IPAL terpusat adalah instalasi
yang digunakan untuk mengolah air limbah yang berasal dari seluruh industri dan
aktivitas pendukungnya yang ada dalam kawasan industri.
Memang dalam peraturan mentri ini
tidak disebutkan kriterai pelanggaran terhadap baku mutu lingkungan namun kita
mengetahui bahwa limbah pabrik tekstil adalah limbah yang berat kandungan akan
zat kimianya serta unsur – unsur COD ,dan untuk menetralkan tersebut harus
diolah terlebih dahulu yakni melalui IPAL ,bila limbah tersebut langsung
dibuang ke sumber mata air secara langsung tentu dapat merusak ekosistem
mahkluk hidup yang berakibat pada perusakan lingkungan.
Selain dengan IPAL pengelolaan
limbah tektil dapat dilakukan dengan menggunakan jerami beradasar journal dari
ITB gambaran singkat penggolhan limbah yakni Air, zat warna tekstil dan bahan
lainnya banyak dipakai dalam proses industri tekstil tersebut, yang
sebahagiannya akan merupakan bahan sisa pengolahan yang dibuang sebagai air
limbah industri tekstil khususnya dari proses pencelupan, merupakan sumber
pencemar berat terutama karena mengandung zat warna tekstil. Telah diteliti
kemungkinan penggunaan jerami padi untuk menyerap zat warna tekstil. Dalam
penelitian ini, jerami padi diolah terlebih dahulu dengan cara dipanaskan
dengan larutan NaOH 2%, kemudian dicuci sampai netral.. Pada kondisi asam HCl
0,1 M kapasitas penyerapan zat warna tekstil oleh jerami padi adalah 9,8 mg/g.Dapat
juga dengan Teknologi Dielectric Barrier Discharge Dengan
Variasi Tegangan Dan Flow Rate Oksigen
Yang Dapat Meenurukan Warna, Cod Dan Tss Limbah Cair Industri Tekstil yang
merupakan penelitian dosen dari Universitas Diponegoro dan menjadi journal.
III.1.3 Ketentuan Pidana Lingkungan Hidup
Hukum Lingkungan sebenrnya masuk
dalam hukum administrasi negara sehingga ranahnya publik.Manakala pemerintah
melakukan perlindungan Lingkungan Hidup tidak hanya aspek HAN saja melainkan
aspek – aspek lain.Misalnya : hukum lingkungan keperdataan ,hukum lingkungan
internasional ,hukum lingkungan kepidanaan dll.Konsekuensi dari penamaan
H.Pidana Lingkungan ,Hukum Perdata Lingkungan mengacu bahwa induk dari tersebut
adalah lingkungan bukan kepidaan atau perdata.Adapun maksud daru hukum pidana
lingkungan dalam tulisan ini dibatasi dari segi obyektifitas yakni sepanjang
menyangkut aspek pidana dari UUPPLH [12] .Sebenarnya hukum pidana
menyangkut 3 aspek yakni :
·
Adanya
seperangkat aturan
·
Adanya
seperangkat lembaga yang melaksanakan aturan tersebut
·
Adanya
orang yang dikenai aturan tersebut
Dari
ketiga aspek tersebut tentu terpenuhi dalam hukum lingkungan yakni ada
seperangkat aturan yang ditungankan dalam peraturan perundang – undangan salah
satunya UU.N0 32 tentang Lingkungan Hidup .Adanya lembaga yang melaksanakan aturan
tersbut dalam hal ini adalah pejabat esekutif mulai mentri hingga pemerintah
daerah ,serta adanya orang yang dikenai aturan tersbut adalah pihak pengusaha
yang akan mendirikan suatu usaha dan harus mempertimbangkan AMDAL.
III.2.1 Pengertian Badan Pemeriksa Keuangan
Berdasar
pasal 1 angka 1 UU No.15 tahun 2006 tentang BPK disebutkan bahwa
Badan
Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang
bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[13]
Sementara yang dimaksud dengan
keuangan negara adalah berdasar pasal 1
angka 7 UU.No 15 tahun 2006 adalah
Keuangan
Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.[14]
III.2.2 Auditor Lingkungan Hidup
Dari pasal diatas dapat diketahui
sanksi denda terhadap pelanggaran ketentuan UU.No 32 tahun 2009 merupakan hak
negara ,entah menjadi milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.Sementara
itu berkaitan dengan hal tersebut dalam pasal 10 UU No.15 tahun 2006 tentang
wewenang BPK disebutkan salah satunya yakni,
BPK
menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh
bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Sehingga
berdasar pasal 1 angka 1 ,pasal 1 angka 7 dan pasal 10 BPK berwenang
melaksanakan audit terhadap lingkungan hidup dikarenakan terjadi kerugian
terhadap negara berkenaan dengan pembungan limbah tekstil yang mekanggar baku
mutu kualitas pengelolaan limbah.
Namun demikian undang – undang Lingkungan
Hidup tidak memberikan penjelasan secara explisit mengenai keikutsertaan BPK
dalam hal kerugian negara terhadap lingkungan hidup. Dalam pasal 48 UU.32 tahun
2009 pemerintah hanya mendorong penanggung jawab usaha untuk melakukan audit
lingkungan dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup bukan audit terhadap
kerugian negara terhadap lingkungan hidup.Serta audit dalam hal pasal 18 UU.No
32 tahun 2009 dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup yang telah memiliki
sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup.[15]
III.3
Tugas dan Wewenang Perintah
Dari kasus
yang diambil dari media cetak diketahui bahwa akibat pembuangan limbah tekstil
yang belum dikelola sebelumnya menyebabkan pencemaran dan kerusakan terhadap
perusakan pada Daerah Aliran Sungai
Citarum.Menindaklanjuti perusakan lingkungan tersebut pemerintah melakukan
upaya yakni pembenahan Sungai Citarum sejauh 77 kilometer dari hulu hingga
Waduk Saguling dalam empat tahun.Berdasarkan pasal 63 ayat 2 UU No.32 tahun
2009 tentang Tugas Wewenang Pemerintah dan Pemrintah terdapat beberapa terdapat
beberapa tugas dan wewenang pemerintah provinsi dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup diantaranya :
a.
menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
b.
menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi;
c.
menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH provinsi;
d.
menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL;
e.
menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada
tingkat provinsi;
f.
mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;
g.
mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup lintas kabupaten/kota;
h.
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan
daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota;
i.
melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
j.
mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;
k.
mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan
antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian sengketa;
l.
melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di
bidang program dan kegiatan;
m.
melaksanakan standar pelayanan minimal;
n.
menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum
adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi;
o.
mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi;
p.
mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan
hidup;
q.
memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;
r.
menerbitkan izin lingkungan pada tingkat provinsi; dan
s.
melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat provinsi.
Rencana
pemerintah Kabupaten Bandung pembenahan Sungai Citarum sejauh 77 kilometer dari
hulu hingga Waduk Saguling dalam empat tahun tentu sesuai dengan huruf a
disebutkan ,menetapkan kebijakan tingkat
provinsi [16].Memang
rencana pemerintah tersebut belum dituangkan dalam peraturan daerah namun
rencana tersebut sudah menggambarkan bahwa upaya Pemerintah Bandung dalam
merehabilitasi telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan UU.No 32 tahun
2009 kepada pemerintah dan pemerintah daerah.
III.4
Alokasi Dana Untuk Rehabilitasi Lingkungan Hidup
Indonesia
adalah negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke corak geografis
tersebut yang menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi.Keanekaragaman tersebut akan mempengaruhi struktur sosial dari
masyaraktnya dan kemampuan potensi sumber daya alamnya.Kemampuan daerah satu
dengan daerah lain pasti berbeda – beda hal tersebut berkenaan dengan potensi
sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dimiliki oleh tiap
daerah.Sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu daerah
akan mempengaruhi keuangan atau pendapatan dari suatu daerah tersebut.Sehingga
berkenaan dengan alokasi dana pemerintah untuk rehabilitasi lingkungan hidup
juga disesesuaikan dengan kemampuan dari daerah tersebut.
Seperti dalam informasi
yang kami peroleh dari berita bahwa Kabupaten Badung mengalokasikan 1,3 triliun
untuk merehabilitasi lingkungan hidup.Jumlah tersebut tentu bukan hal yang sedikit.UU No 32 tahun
2009 memang tidak mengatur berapa jumlah yang harus dianggarkan suatu daerah
untuk merehabilitasi lingkungan hidup.Namun dalam pasal 46 diisyaratkan bahwa
pemerintah baik pusat maupun daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk
pemulihan lingkungan hidup seperti yang disebutkan berikut ini ,[17]
Selain
ketentuan sebagaimna dimaksud dalam pasal 46 ,dalam rangka pemulihan kondisi
lingkungan hidup yang kualitasnya telah mengalami pencemaran dan / atau kerusakan
pada saat undang – undang ini ditetapkan ,Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup.
Sehingga
dapat dikatakan bahwa undang – undang lingkungan hidup tidak menetapkan berapa
jumlah yang harus dikeluarkan untuk merehabilitasi lingkungan hidup namun
undang – undang hanya mengisyaratkan mewajibkan pemerintah untuk mengalokasikan
dana untuk perbaikan lingkungan hidup.
III.5 Upaya
Yang Seharusnya Dilakukan Pemerintah
Langkah
yang sangat tepat untuk dilakukan pemerintah adalah upaya penegakan hukum
.Dalam amakna yang sederhana berati ,upaya menegakkan hukum materiil agar
tercipta kehidupan masyarakat yang sejahtera.[18] Hukum materiil adalah
hukum yang terdapat pada undang – undang tersebut yang harus ditaati .Bila
ketentuan yang telah tertulis dan dilanggar tentu akan menimbulkan pelanggaran
dan sanksi diberikan kepada ereka yang melanggar.Penegakkan hukm disini lebih bersifat
preventif[19]
.Namun apakah penegrtian penegakan hukum yang berlaku secara umum juga berarti
sama pada penegakan hukum lingkunga ?Menurut Prof .Andi Hamzah ,penegakan hukum
(lingkungan) itu diartikan secra luas yakni dari segi preventif dan represif.[20]Entah itu represif maupun
preventif keduanya tentu dapat meminimalkan pelanggaran terhadap ketentuan
dalam UU.No.32 Tahun 2009 sehingga memenimalkan kerusakan dan pemcemaran
lingkungan hidup.Adapun upaya yang dapat dilakukan meliputi :
III.5.1
Pengawasan
Pengawasan
disini berarti mentri ,gubernur ,atau bupati /walikota wajib melakukan
pengawasan terhadap :
·
Ketaatan
penanggung jawab usaha yang ditetapkan dalam peraturan perundang –undangan
bidang perlindungan lingkungan hidup (pasal 71 UU.No 32 Tahun 2009 )
Dalam
kasus tidak dipaparkan mengenai peraturan byang dikeluarkanoleh pemerintah
daerah berkenaan penanggung jawab usaha di lingkungan hidup sehingga terlihat
kurang kuatnya unsur kepastian hukum.
·
Ketaatan
penanggung jawab dalam izin lingkungan (pasal 72 UU.No.32 Tahun 2009).
Bila
izin sudah diberikan kepada perusahaan tentu pemerintah mengetahui Dampak
Lingkungan yang terjadi setelah pembangunan tersebut terhadap lingkuan hidup
disekitarnya.Bila diketahui bahwa dengan pembangunan tersebut dapat merusak lingkungan
hidup seharusnya izin tidak diberikan.
·
Penanggung
jawab kegiatan usaha yang izin lingkunganya diterbitkan pemerintah daerah dan
pemerintah menganggap terjadi pelanggaran di bidang perlindungan lingkungan
(pasal 73).
Bila
memang terbukti adanya pelanggaran dalam usaha izin yang hanya menguntungkan
beberapa pihak ,sudah selakyaknya urusan pemerintah turun campur ,sehingga
kelestarian lingkungan hidup dapat diselamtakan.
III.5.2
Ketentuan Pidana
Sanksi
pidana dalah sanksi yang paling tegas dibandingkan dengan sanksi
lainya.Pemberian sanksi pidana bukan tanpa alasan.Pemberian sanksi ini tentu
melanggar ketentuan yang terdapat dalam rumusan pasal tersebut (asas legalitas ) .Dalam berita dikethui
bahwa ke – 17 perusahaan sengaja membuang limbah pabrik teksil tanpa pengolhan
terlebih dahulu sehingga menyebabkan DAS Citarum mengalami pencemaran dan
kerusakan.Bila kita iningin mengaikatkan dengan ketentuan pidana kasus ini
tentu sesuai dengan pasal 98 UU.No 32 tahun 2009.Pasal 98 menyebutkan ,
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauuinya baku mutu udara ambien
,baku mutu air ,baku mutu air laut ,atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup ,dipidana dengan pidana penajara paling singkat 3 tahun dan paling lama
10 tahun dan denda paling sedikit Rp.3.000.000.000(tiga miliar rupiah )dan
paling banyak 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah ).Sehingga bila sanksi ini
efektif dilakukan tentu membuat jera pelaku dan menambah pendapatan negara.
Bab IV
Penutup
IV.1 Kesimpulan
·
Pembuangan
limbah pabrik tekstil terbukti melanggar ketentuan pidana UUPPLH yakni
melanggar pasal 20 (baku mutu lingkungan) dan 98 (saknsi pidana ) UU.No 32
tahun 2009
·
BPK
dapat melakukan pengwasan dalam hal salah satunya terdpat kerugian pada negara
meskipun dalam UU.32 tahun2009 tidak disebutkan secara explisit tentang
pengaturan BPK namun berlaku asas lex
specialis derogate lex generalis
·
Rencana
pemerintah untuk membenahi Sungai Citarum tidak bertentangan dengan kewenangan
pemerintah daerah hal tersebut sesui dengan pasal 63 ayat 2 huruf a UU.No.32
tahun 2009
·
UUPPLH
tidak menetapkan berapa jumlah anggaran alokasi dana untuk rehabilitasi
lingkungan hidup namun berdasar pasal 46 ,pemerintah hanya diwajibkan
menganggarka alokasi dana untuk rehabilitasi lingkungan hidup.
·
Alokasi
dana yang dikeluarkan pemrintah untuk rehabilitasi lingkungan hidup tidak
bertentangan dengan UUPPLH
·
Upaya
yang dapat dilaukan pemerintah dapat melalui preventi (pencegahan pasal 71 – 75
) dan represif (ketentuan pidana pasal 87-123 )
·
UUPPLH
masih meduduki posisi yang pendting bagi masyarakat dalam menjalankan kegiatan yang berkenaan
dengan lingkungan hidup
·
Kurangnya
kesadaran para pengusaha akan pentingnya lingkungan hidup
IV .2 Saran
Pemerintah
·
Peningkatan
penegakan hukum lingkungan baik preventif danrepresif (sanksi pidana)
·
Pengeluaran
kebijkan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan hidup khususnya
·
Filter
terhadap izin pendirian usaha ,yang tidak hanya mementingkan kepentingan
tertentu
·
Perlu
mengadakan sosialisasi berkenaan hukum postif baik kepada pengusaha maupun
masyarakat umum.
Pengusaha
·
Menjalankan
prosedur yang sesuai bila akan mendirikan bangunan (AMDAL)
·
Menghindari
pembangunan yang merusak atau mengakibatkan pencamaran akibat keberadaan usaha
tersebut
·
Melakukan
pembangunan berwawasan lingkungan
·
Mementingkan
kepentingan umum
Kaum
Intelektual
·
Berperan
aktif dalam mengkritisi masalah – masalah lingkungan hidup
·
Melakukan
penelitian yang bermanfaat di bidang lingkungan hidup
·
Menginformasikan
kepada masyrakat berkenaan dengan lingkungan hidup (peraturanya ,manfaatnya dll
)
·
Belajar
atau mendalami aspek lingkungan hidup
Masyarakat
umum
·
Menjaga
kelestarian lingkungan hidup
·
Mengembangkan
pembangunan berwasasan lingkungan
·
Tanggap
informasi berkenaan dengan lingkungan hidup
·
Saling
mengajak dan mengingkatkan pada orang lain akan pentingnya lingkungan hidup
bagi kebrlangsungan hidup manusia
Bab VI
Daftar Pustaka
Literatur
Andi Hamzah ,Penegakan Hukum Lingkungan , Sinar Grafika ,Jakarta ,2005
Emil Salim. Pembangunan
Berwawasan Lingkungan, LP3ES ,Jakarta.,1986
Gatot Soemartono ,Hukum Lingkungan Indonesia,Sinar Grafika ,Jakarta ,1998
Gro Harlem Brutland, dkk,Hari depan kita bersama,Gramedia, Jakarta,1988
Hermein Haiati Koeswadji,Hukum Pidana Lingkungan ,Citra Aditya
Bakti ,Bandung ,1993
Sonny Yuliar. Paradigma Produksi Bersih, Nuansa dan Pusat Penelitian Teknologi
ITB,Bandung, 1999
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia ,Graha Ilmu,Yogyakarta ,2012
Supriadi, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar
Grafika Offset,Jakarta ,2006
Tulus
TH. Tambunan,Industrialisasi di negara
sedang berkembang.,Ghalia Indonesia,Jakarta ,2001
Wisnu Arya Wardhana,Dampak pencemaran lingkungan, Andi
Offset ,Yogyakarta,1999
Peraturan Perundang –
Undangan
Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keungan
Undang
– Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Peraturan
Mentri Nomor 3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri
Journal
Mochtar Hadiwidodo1, Haryono Setyo Huboyo1,
Indrasarimmawati, Penurunan Warna, Cod
Dan Tss Limbah Cair Industri Tekstil Menggunakan Teknologi Dielectric Barrier Discharge Dengan
Variasi Tegangan Dan Flow Rate Oksigen
,
Program
Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang Semarang,2
Alumni Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP
Vol. 7 No.2 September 2009, ISSN 1907-187X
Saepudin
Suwarsa,Penyerapan Zat Warna Tekstil BR Red HE 7B Oleh Jerami Padi+)
Jurusan Kimia
FMIPA - ITB ,Jl. Ganesa 10 Bandung,
40132
Diterima
tanggal 20 Desember 1997, disetujui untuk dipublikasikan 8 Januari 1998
Internet
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/presipitasi/article/download/2830/2514,diakses pada 29 April 2014
http://green.kompasiana.com/polusi/2013/05/16/limbah-industri-tahu-560580.html,diakses pada 29 April 2014
http://teknologikimiaindustri.blogspot.com/2011/02/chemical-oxygen-demand-cod.html,diakses pada 30 April 2014
http://pusdaling.jatimprov.go.id/peraturan/pusdakum/peraturan-menteri-negara-lingkungan-
hidup/file/555-peraturan-menteri-negara-lingkungan-hidup-nomor-3-tahun-2010-tentang-baku-mutu-air-limbah-bagi-kawasan-industri.html?start=60
, ,diakses pada 30 April 2014
[1] Gro
Harlem Brutland, dkk, Hari depan kita
bersama, Jakarta, Gramedia, 1988, hlm. 282
[2] Tulus
TH. Tambunan, Industrialisasi di negara
sedang berkembang, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2001, hlm. 42
[3] Emil
salim, Pembangunan berwawasan lingkungan,
Jakarta, LP3ES, 1986, hlm 209
[4] Sonny
Yuliar, Paradigma Produksi Bersih, Bandung,
Penerbit Nuansa dan Pusat Penelitian Teknologi ITB, 1999, hlm. 197
[5] Supriadi, hukum lingkungan Indonesia, Jakarta,
Sinar Grafika Offset, 2006, hlm. 183
[6]
Penjelasan pasal 21 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1984 (UU Perindustrian)
[7] Wisnu
Arya Wardhana, Dampak pencemaran
lingkungan, Yogyakarta, Andi Offset, 1999, hlm. 150
[8] http://green.kompasiana.com/polusi/2013/05/16/limbah-industri-tahu-560580.html
[9] http://teknologikimiaindustri.blogspot.com/2011/02/chemical-oxygen-demand-cod.html
[10] Lihat
pasal 20 UU No.32 tahun 2009
[11] Lihat
pasal 20 ayat 5 UU No.32 tahun 2009
[12] Hermien
hadiati ,hukum pidana lingkungan ,bandung : citra aditya bakti ,1993 ,hlm 86
[13] Lihat
pasaal 1 angka 1 UU.No 15 tahun 2006
[14] Ibid ,pasal 1 angka 7
[15] Lihat pasal 48 – 51 UU.No 32 tahun 2009
[16] Ibid ,pasal 63
[17] Ibid ,pasal 46
[18]
Syahrull Machmud ,Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia ,yogyakarta :graha ilmu ,2012 ,hlm 80
[19] Andi
hamzah ,penegakan hukum lingkungan ,jakarta
:sinar grafika ,2005 ,hlm 25
[20] Ibid ,hlm
26