Analisa Kasus Berdasar Teori Labeling
Mujianto bunuh 15 orang korban penyimpangan seksualnya
Siapa diduga bila pemuda
26 tahun ini begitu sadis. Mujianto warga Desa Jati Kapur, Kecamatan Tarokan,
Kediri, Jawa Timur ini tega membantai 15 orang.
Kasus pembunuhan yang dilakukan Mujianto alias gentong alias menthok terungkap kemarin. Menurut Kapolres Nganjuk, AKBP Anggoro Sukartono, kasus ini bermula dari laporan dua orang Muhammad Faiz (28) dan Sumartono (47).
"Dua hari lalu ada laporan dari keduanya, mereka ini korban yang selamat dari aksi sadis Mujianto," ujar Anggoro saat dihubungi merdeka.com, Rabu (15/2).
Anggoro menuturkan, kedua korban melapor bahwa mereka telah dibius oleh Mujianto. Namun belum sempat disodomi, mereka keburu sadarkan diri lalu berhasil melaporkan ke polisi kasus ini.
Lalu petugas segera melakukan pengejaran kepada Mujianto. Petugas akhir menangkap Mujianto kemarin malam di desa Sonopatik, Kecamatan Mbrebek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
"Dari hasil pengembangan, dia tadinya mengaku sudah membunuh 6 orang. Tetapi pengembangan pagi ini dia mengaku sudah membunuh 15 orang," terang Anggoro.
Menurut Anggoro, Mujianto memang memiliki penyimpangan seksual. Selama ini, pelaku lebih menyukai sesama jenis alias homo.
"Jadi semua korbannya itu dibius dahulu lalu disodomi. Setelah itu baru dibunuh. Korbannya semua laki-laki," terangnya.
Kasus pembunuhan yang dilakukan Mujianto alias gentong alias menthok terungkap kemarin. Menurut Kapolres Nganjuk, AKBP Anggoro Sukartono, kasus ini bermula dari laporan dua orang Muhammad Faiz (28) dan Sumartono (47).
"Dua hari lalu ada laporan dari keduanya, mereka ini korban yang selamat dari aksi sadis Mujianto," ujar Anggoro saat dihubungi merdeka.com, Rabu (15/2).
Anggoro menuturkan, kedua korban melapor bahwa mereka telah dibius oleh Mujianto. Namun belum sempat disodomi, mereka keburu sadarkan diri lalu berhasil melaporkan ke polisi kasus ini.
Lalu petugas segera melakukan pengejaran kepada Mujianto. Petugas akhir menangkap Mujianto kemarin malam di desa Sonopatik, Kecamatan Mbrebek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
"Dari hasil pengembangan, dia tadinya mengaku sudah membunuh 6 orang. Tetapi pengembangan pagi ini dia mengaku sudah membunuh 15 orang," terang Anggoro.
Menurut Anggoro, Mujianto memang memiliki penyimpangan seksual. Selama ini, pelaku lebih menyukai sesama jenis alias homo.
"Jadi semua korbannya itu dibius dahulu lalu disodomi. Setelah itu baru dibunuh. Korbannya semua laki-laki," terangnya.
2.Tinjauan
Pustaka
Dari kasus tersebut hal yang akan kita soroti
adalah perilaku menyimpang dari Mujianto yang ternyata seorang penyuka sesama
jenis (alis Gay).Lantas apakah yang dimaksud Pelabelan (Labeling).Pembahasan
mengenai labeling akan diperjelas dalam teori Labeling.
2.1 Sejarah Teori Labeling
Suatu teori pasti memiliki tokoh, baik itu tokoh penemu
ataupun tokoh pendukung atau pengembang. Tak terkecuali dalam teori labelling.
Teori labelling pertama kali dicetuskan oleh Frank Tannenbaum pada 1938, namun
dalam perkembangannya dikembangkan oleh, Howard Becker (1963), Edwin Lemert
(1967), dan Erving Goffman (1968).
Howard Becker
Tokoh asal Amerika
Serikat kelahiran Chicago tahun 1928 ini lebih menekankan dua aspek dalam teori
ini, yaitu:
·
Penjelasan tentang
mengapa dan bagaimana orang – orang tertentu sampai diberi cap ataupun label
sebagai pelaku penyimpangan.
·
Pengaruh daripada label
itu sendiri sebagai konsekuensi penyimpangan tingkah laku, perilaku
seseorang bisa sungguh-sungguh menjadi menyimpang jika orang itu di cap
menyimpang.
Edwin Lemert
Pria kelahiran
Cincinnati, Amerika Serikat tahun 1912 ini menjadi tokoh yang terkenal lewat
sumbangsihnya dalam teori labelling. Beliau membedakan penyimpangan menjadi
tiga kategori, yaitu
·
Individual deviation, di mana timbulnya penyimpangan diakibatkan oleh karena tekanan psikis
dari dalam.
·
Situational deviation, sebagai hasil stres atau tekanan dari keadaan.
·
Systematic deviation, sebagai polapola perilaku yang terorganisir dalarn subsubkultur atau
sistem tingkah laku.[1]
Menurut Lemert yang
dimaksudkan tentang teori labelling adalah penyimpangan yang disebabkan oleh
pemberian cap atau label dari masyarakat kepada seseorang yang kemudian
cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut. Secara sederhana diartikan
bahwa ‘labelling’ adalah penjulukan atau pemberian cap.
Erving Goffman
Erving Goffman yang
lahir di Alberta, Canada tahun 1922 juga turut menyumbangkan pemikirannya ke
dalam teori labelling. Beliau menyumbangkan pemikirannya tentang institusi
total.
2.2 Pengertian Teori Labeling
Teori labelling
merupakan sebuah teori yang mempelajri tentang pemberian label terhadap suatu
jenis objek tertentu. Labelling adalah sebuah definisi yang ketika diberikan
pada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut, dan menjelaskan
orang dengan tipe bagaimanakah dia. Teori Labelling mengatakan bahwa terkadang
proses labelling itu berlebihan karena sang korban salah interpretasi itu
bahkan tidak dapat melawan dampaknya terhadap dirinya.[2]
Sedangkan menurut Frank
Tannenbaum (1938),dengan judulnya “Criem
and the Community “,menyebutkan bahwa kejahatan tidaklah merupakan hasil
dari kekurangmampuan seseorang untuk menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya
,akan tetapi didalamnya ,ia telah dipaksa untuk menyesuaikan dirinya dengan
kelompoknya.[3]
2.3 Macam Teori Labeling
2.3.1 Persoalan tentang
bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label
2.3.2 efek labeling terhadap
penyimpangan tingkah laku berikutnya.
2.4.Adapun Asumsi Dasar Teori
Labeling Mneurut Schrag adalah :
1.tidak ada satu perbuatan
yang terjadi dengan sendirinya bersifat kriminal
2.rumusan atau batasan tentang
kejahatan dan penjahat dipaksa sesuai dengan kepentingan mereka memiliki kekuasaan .
3.seseorang menjadi penjahat
bukan karena ia melanggar undang –
undang,melainkan karena ia ditetapkan demikian oleh penguasa.
4.sehubungan dengan kenyataan
di mana setiap orang dapat berbuat baik dan tidak baik,tidak berarti bahwa
mereka dapat dikelompokkan menjadi
bagian kriminal dan non kriminal .
5.tindakan penangkapan
merupakan awal dari proses labeling.
6.penangkapan dan pengambilan
keputusan dalam sistem peradilan pidana
adalah fungsi dari perilaku sebagai lawan dari karakteristik pelanggarnya.
7.usia,tingkatkan sosial –
ekonomi ,dan ras merupakan karakteristik umum pelaku kejahatan.
8.sistem peradilan pidana
dibentuk berdasarkan perspektif kehendak bebas yang memperkenankan penilaian
dan penolakan terhadap mereka yang dipandang sebagai penjahat.
9.Labeling merupakan suatu
proses yang akan melhirka identifikasi dengan citra sebagai deviant dan sub-kultur
serta menghasilkan “rejection of the rejector “.[4]
2.5 Konsep dalam Teori
Labeling
2.5.1 Primary deviance
Konsep ini ditujukan kepada
perbuatan penyimpangan tingkah laku awal
2.5.2 Secondary deviance
Berkaitan dengan reorganisasi
psikologis dari pengalaman seseorang sebagai akibat dari penangkapan dan cap
sebagai penjahat.
2.6 Kritik terhadap teori ini
adalah sebagai berikut :
Ø
Teori ini terlalu bersifat
deterministik dan menolak pertanggungjawaban individual .Penjahat bukanlah
robot yang pasif akan reaksi masyarakat
Ø
Terdapat penyimpangan tingkah
laku lainya yang secara intrinsik merupakan kejahatan ,sepeerti pemerkosaan
,pembunuhan ,dll sehingga teori ini tidak berlaku lagi
Ø
Jika penyimpangan tingkah laku
hanya persoalan reaksi masyarakat,maka bagaimana bentuk penyimpangan tingkah
laku yang tidak nampak pelakunya.
Ø
Teori ini mengabaikan faktor
penyebab awal dari munculnya penyimpangan tingkah laku.
Ø
Teori ini selalu beranggapan
bahwa setiap orang melakukan kejahatan dan nampak bahwa argumentasinya adalah
,cap dilekaktkan secara random.Namun kenyataanya hanya kejahatan yang serius
yang mendapat cap dari masyarakat.[5]
3.Pembahasan dan Analisa
3.1 Pembahsan
Homoseksual, merupakan kelainaan perilaku seksual
antara anggota jenis kelamin yang sama. Kelainan yang dimaksud yaitu adanya
perasaan saling tertarik diantara individu – individu yang terkait. Homoseksual
sendiri sampai sekarang masih menjadi suatu fenomena sosial yang penuh dengan
kontroversi. Banyak orang yang memperdebatkan fenomena ini. Banyak pula yang menganggap
homoseksual merupakan hal yang tabu, suatu perilaku yang identik dengan
nilai-nilai negatif dan tidak bermoral. Masyarakat yang masih menganggap
homoseksual sebagai hal yang tabu kemudian menghindari perbincangan yang
menyinggung hal tersebut.[6]Homoseksual
selalu diidentikkan dengan lelaki yang suka dengan lelaki. Tetapi sbenarnya
homoseksual sendiri bukan hanya lelaki yang suka dengan lelaki, melainkan juga
perempuan yang suka dengan perempuan. Jika perempuan yang suka dengan perempuan
dinamakan lesbian, maka hubungan antara lelaki dengan lelaki dinamakan gay
Dewasa ini perilaku Gay memang dianggap masih
tabu di Indonesia dan mereka (kaum Gay)cenderung menyembunyikan perilaku
tersebut terhadap masyarakat ,karena menurut masyarakat Gay adalah orang yang
melakukan perbuatan menyimpang,seperti pada contoh kasus diatas seorang Gay
yang bernama Mujianto membunuhan 15 orang yang ternyata teman kencanya
.Perilaku Gay seperti ini tentu akan menambah citra buruk bagi Gay. Mayarakat
tentu tidak senggan memberikan sanski sosial terhadap para Gay.Sansi sosial
tersebut dapat berupa pencibiran atau pelabelan (pencapan) kepada para
Gay.Meskipun kita mengetahui tidak semua kaum Gay akan melakukan tindakan nekad
seperti itu.Bila kita ingat lagi kasus Ryan si jagal manusia yang juga ternyata
seorang Gay juga menambah kesan bahwa Gay adalah komunitas orang yang
menyimpang dan tidak baik.Sehingga wajar masyarakat sebagi control sosial
memberikan pelabelan kepada para Gay.
3.2 Analisa
Dari contoh kasus diatas maka
kita dapat menganalisanya berdasarkan beberpa hal diantaranya :
Ø Dilihat dari macam Labeling
Pada kasus ini penulis cenderung melakukan pendekatan dengan melihat
persoalan tentang bagaimana dan mengapa
seseorang memperoleh cap atau label.
Masyarakat memberikan label buruk pada Gay karena mereka secara jelas
melakukan penyimpangan seksual ,yaitu
menyukai sesama jenis.Pada umumnya kita mengetahui bahwa Tuhan menciptakan
manusia berbeda – beda agar mereka bisa menemukan pasangan masing – masing
(laki –laki dan perempuan ).Meskipun undang – undang tidak secara jelas
menyebutkan akan larangan menyukai sesama jenis namun norma – norma lain yang
hidup di masyarakat tentu akan menoknya.Seperti dalam norma kesusilaan
,kesopanan dan agama.Sehingga merupakan hal yang sangat wajar bila masyarakat akan melakukan
pelabelan bagi mereka yang menyimpang.
Ø
Dilihat dari asumsi dasar
pada point ke 1 yaitu “ tidak ada suatu perbuatan yang terjadi dengan
sendirinya bersifat kriminal dan “
Pembunuhan yang dilakukan oleh Mujianto alias Genthong alias Menthok
terhadap 15 lelaki dengan menggunakan racun tikus dan diketahui bahwa mereka
adalah teman kencanya,tentu beralasan.Motif pembunuhan ini adalah rasa cemburu
Mujianto terhadap kekasihnya entah dengan wanita ataupun pria lain.Sehingga Mujianto merasa
dirugikan akan hal tersebut dan nekad membunuh keasih – kekasihnya dengan cara
yang tragis.
Ø
Pada point 5 yaitu “tindakan penangkapan merupakan awal
dari proses labeling “
Penangkapan Mujianto eleh Kepolisian Nganjuk tentu akan mengundang
perhatian masyarakat.Hal ini tentu akan mengakibatkan semakin banyak orang
yang mengetahui bahwa Mujianto telah mekukan penyimpangan (karena
sebagai Gay ) dan melakukan kejahatan (karena telah membunuh kekasih – kekasihnya
).Penagkapan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian tentu akan menimbulkan asumsi
publik bahwa orang tersebut bersalah ,meskipun kita mengetahui ada asas
“praduga tak bersalah “ yang berarti bahwa Mujianto pada saat awal ditangkap
belum tentu bersalah sepenuhnya.Sehingga bagi orang awam hukum akan beranggapan
bahwa Mujianto seorang Gay dan Pembunuh.Dan
itu akan melekat pada dirinya sampai dia keluar dari penjara.
Ø
Dilihat dari konsep penting
dalam teori labeling adalah pada “primary deviance “
Primary deviance ditujukan kepada perbuatan penyimpangan tingkah laku awal.Awalnya
Mujianto memang hanya melakukan penyimpangan seksual karena hanya menyukai
sesama jenis (homoseksual).Perilaku menyimpang tersebut mungkin tidak terlihat
atau diketahui oleh masyarakat namun
karena Mujianto melakukan pembunuhan terhadap
kekasih – kekasihnya .Maka terbongkar siapa sebenrnya Mujianto
tersebut.Motif pembunuhan tersebut karena Mujianto cemburu pada kekasihnya yang
ternyata laki – laki.Sehingga penyimpangan awal yang dilakukan oleh Mujianto
adalah penyimpangan homoseksual.
4.Kesimpulan
Ø
Labeling adalah sebuah teori
dimana masyarakat melakukukan pencapan kepada seseorang karena dia telah
melakukan perbuatan menyimpang
Ø
Labeling adalah sebuah teori
dimana masyarakat melakukukan pencapan kepada seseorang karena dia hidup di
lingkungan yang kurang baik sehingga dia mendpatkan cap dari masyarakat
Ø
Seseorang yang dicap atau
dilabeling dapat berubah atau mungkin bahwan akan merasa depresi sehingga
kembali melukan penyimpngan lagi
Ø
Homoseksual adalah
penyimpangan seksual berupa ketertarikan terhadap sesama jenis
Ø
Homoseksual pada wanita
disebut “lesbian” sedang pada laki – laki disebut “ Gay “ atau “ Homo “
5.Daftar Pustaka
Literatur
Hanum, Erma Latifa.
Essay, LESBIAN,
Label Buruk atau Bentuk Perlawanan?
Jones, Pengantar Teori-teori Sosial – Dari Teori
Fungsionalisme hingga Post-modernisme, Jakarta; Yayasan Pustaka
Obor Indonesia ,2003
Purniawan dan Moh.Kemal
Dermawan ,Mashab dan Penggolongan Teori
dalam Kriminologi ,,Bandung , Citra Aditya Bakti ,1994
Romli Atmasasmita ,Terori dan Kapita Selekta Kriminologi ,Bandung
,Eresco ,1992
Soedjono Dirdjosisworo ,Sinopsis Kriminologi Indonesia ,Bnadung ,Mandar Maju , 1994
Internet
http://iesdepedia.com/blog/2013/01/15/labelling/
(diakses pada 24 Desember 2013 )
http://www.merdeka.com/peristiwa/mujianto-bunuh-15-orang-korban-penyimpangan-seksualnya.html
(diakses pada 24 Desember 2013 )
[1] Anonymous. (2012).Teori Labelling. (online) (http://www.scribd.com/doc/78503246/Teori-Labeling, dakses 24 Desember 2013)
[2] Jones, Pengantar Teori-teori Sosial – Dari Teori
Fungsionalisme hingga Post-modernisme,Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,2003, hlm
147
[3] Romli atmasasmita,Teori dan
Kapitaselekta Kriminologi ,Bandung :Eresco,1992 ,hlm38
[4] Ibid
,hl, 39-40 (dalam Hagan ,1989;hlm 453 – 454)
[5] Ibid,hal
41
[6] Hanum, Erma Latifa. Essay, LESBIAN, Label Buruk atau Bentuk Perlawanan?