HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
PERLINDUNGAN HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Perlindungan Hukum
Kalimat Perlindungan hukum dapat menimbulkan banyak persepsi Yakni bisa berarti
perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan
tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang
diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.
Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang
kemudian meragukan keberadaan hukum. Oleh karena hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua
pihak sesuai dengan status hukumnya karena
setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat
penegak hukum jelas wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan
hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan
terhadap setiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat
yang diatur oleh hukum itu sendiri.
Menurut Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal,
yakni:
Pertama:
Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana
kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif;
Kedua:
Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana lebih
ditujukan dalam penyelesian sengketa.
Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat
Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip
Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila.
2. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum
2.1 Hakim
dan Pemerintahan
Dahulu di negara Belanda kepercayaan
terhadap hakim sangan meningkat.Mungkin dalam hal itu yang memainkan peranan
adalah adalah bahwa hakim pada dasarnya cenderung memperhatikan kedudukan hukum
individual dari setiap warga negara ,mungkin lebih daripada pembuat
undang-undang ,yang pada tahun-tahun terakhir mengahdapi tugas untuk
melaksanakan dengan ketat penghematan –penghematan keuangan secara
besar-besaran.
Namun sikap hakim dapat mengalami
perubahan.Pada permulaan tahun delapan puluhan dapat dikonotasi bahwa sikap
jauh lebih aktif ,yaitu sehubungan dengan pengujian atas perjanjian-perjanijian
yang menyangkut hak-hak asasi manusia.Hakim Belanda dapat mengambil jalan
formal untuk menguji ketentuan-ketentuan perjanjian sedang hakim tidak boleh
menguji UU yang formal terhadap UU dasar.Sekarang hampir seluruh bidang hukum
administrasi terbuka jalan ke hakim administrasi bagi seorang warga ,yang oleh
suatu keputusan yang konkrit dari suatu badan penguasa telah terkena langsung
terhadap kepentingan-kepentingannya.Dalam menyelesaikan sengketa perdata hakim
tidak hanya menguji peraturan perundang-undangan itu terhadap peraturan
peraturan perundang-undamgan yang lebih tinggi ,namun juga terhadap dasar-dasar
hukum yang tidak tertulis.Sehungga hakim dapat diakatakan hakim menduduki
kedudukan yang penting dalam ketatanegaraan.
Dalam hal pembuat undang-undang
tidak selalu mampu untuk menangani perkembangan-perkembangan sosial baru
sehingga istilah pembuat undang-undang terlihat sangat tidak jelas ).Sehingga
dalam bahasan ini istilah pengganti pembuat undang-undang sebagai penunjukan
seorang hakim tidak menggambarkan perkara itu secara cepat.Pertama-tama
,seorang hakim tidak pernah dapat mengambil kuputusan-keputusan sendiri,namun
dia harus mendapat informasi tambahan.Kedua seorang hakim hanya dapat mengabil
keputusan-keputusan dalam perkara-perkara yang konkrit ,yang mengambil
keputusan-keputusan itu mempunyai tujuan yang lebih luas ,karena hakim dalam
perkara yang sama kan menggunakan keputusan yang sama.Ketiga hakim melakukan
pengujian terhadap undang-undang.
Dalam hal pembuat undang-undang dan
pemerintahan mempunyai hak atas kewenangan yang sangat sederhana,hakim itu
harus menghormati kebebabsan kebijaksanaan itu dan dia hanya dapat beralih ke
pengujian yang sangat terbatas.Hubungan antara hakim di satu pihak dan pembuat
undang-undang/pemerintah di lain pihak telah berubah secara revolusioner yang
menguntungkan hakim.Sehingga hakim baru sekarang menempati kedudukan yang
menjadi haknya
2.2
Syarat –syarat untuk Suatu Peradilan yang Baik (Tinjauan atas Grondwet
Belanda)Syarat-syarat untuk Suatu Peradilan yang Baik (Tinjauan atas Grondwet
Belanda)
Suatu negara menginginkan peradilan
yang berkualitas baik, yang diterima oleh lapisan-lapisan masyarakat yang luas,
harus didasarkan UU dasar dan perundang-undangan yang dijadikan dasar itu,
sejumlah jaminan. Ciri khas yang paling pokok dari kedudukan para hakim adalah
ketidaktergantungan kebebasan mereka. Tidak ada badan negara satu pun, maupun
pembuat undang-undang atau suatu badan pemerintah, yang berwenang untuk
memberikan petunjuk-petunjuk kepada seorang hakim dalam suatu perkara yang
konkrit atau mempengaruhinya secara berlainan.
Hakim memutuskan sendiri, memberi
interpretasi sendiri atas kewenangannya sendiri, dan dia terikat pada hukum
yang tertulis dan tidak tertulis. Seorang hakim tidak tergantung kepada
siapapun, namun dia juga harus tidak berpihak. Dia tidak boleh berlandaskan
dasar-dasar yang tidak termasuk dalam hukum yang menguntungkan salah satu pihak
yang tersangkut dalam persengketaan yang
dihadapkan kepadanya. Dia juga tidak boleh mengutamakan pendirian-pendirian
politik dan sosial dari dia sendiri dalam keputusannya. Pertama dia harus
mengarah pada teks undang-undang dan penjelasan, interpretasi itu mencari
tujuan-tujuan pembuat undang-undang dan keyakinan hukum yang berlaku.
Untuk menjamin ketidak tergantungan
dan ketidak sepihakan telah diciptakan ketentuan-ketentuan diantaranya,
“Anggota-anggota dari kekuasaan kehakiman yang ditugaskan pada peradilan dan
Jaksa Agung pada Mahkamah Agung diangkat seumur hidup dengan Penetapan Raja.”
Pasal 117, ayat 1 UU Dasar Belanda.
Perhatian : Pada saat
ini termasuk kekuasaan hukum (1989) : pengadilan-pengadilan kanton, pengadilan-pengadilan
tinggi, mahkamah-mahkamah dan Hoge Read (pasal 1` dan undang-undang atas
organisasi dan kehakiman). Oleh karena itu, dalam hal ini pengadilan-pengadilan
dan mahkamah-mahkamah, disamping kamar perdata, dan kamar pidana, juga akan
mempunyai satu atau lebih dari satu kamar administrasi. Berdasarkan pasal 117,
ayat 2 UUD Belanda para anggota kekuasaan yang ditentukan oleh undang-undang,
dapat mengajukan pemberhentian. HR dapat menghentikan anggota-anggota (hakim)
kekuasaan kehakiman :
v Apabila telah dihukum
dengan keputusan hakim yang tidak boleh diganggu gugat karena suatu tindak
kejahatan, atau juga dengan keputusan semacam itu telah digunakan suatu
peraturan yang mengakibatkan pengambilan kebebasan itu.
v Apabila mereka dengan
keputusan hakim yang tidak boleh diganggu gugat telah ditempatkan dibawah
kurator, dinyatakan dalam keadaan pailit, telah memperoleh penundaan pembayaran
, atau telah disandera karena utang-utang.
v Berdasarkan tindakan
atau tidak berbuat tindakan yang mengakibatkan kerugian yang fatal terhadap
kelancaran pada peradilan atau pada kepercayaan yang harus ditujukan pada
peradilan itu.
v Apabila mereka
sesudah terlebih dulu diperingati karena pelanggaran yang sama, melanggar
ketentuan-ketentuan yang menyebabkan :
Ø Dilarang melakukan suatu
profresi
Ø Ditunjuk suatu tempat
tinggal yang tetap dan yang berlanjut
Ø Dilarang untuk
mengadakan suatu perundingan atau pembicaraan dengan pihak-pihak, atau
advokat-advokatnya, jaksa-jaksa, atau yang dikuasakan, atau menerima informasi
yang khusus, atau suatu bahan tulisan dari mereka
v Telah dikenakan
kewajiban-kewajiban, menyimpan suatu rahasia.
HR harus
memberhentikan anggota-anggota dari kekuasaan kejakiman (pasal 12 UU RO)
a.
Apabila mereka berdasarkan penyakit-penyakit atau kecacatan
tetap tidak mampu untuk memenuhi fungsi mereka.
b.
Karena ketidakmampuan melakukan fungsi mereka, karena
penyakit-penyakit atau karena kecacatan.
c.
Karena menerima pekerjaan-pekerjaan atau jabatan-jabatan
yang menurut undang-undang bertentangan dengan fungsi jabatan mereka.
d.
Karena mereka tidak boleh memegang fungsi mereka berdasarkan
peraturan-peraturan undang-undang tentang penjabatan fungsi-fungsi oleh
orang-orang yang saling mempunyai hubungan keluarga satu dengan yang lainnya.
e.
Dalam hal kehilangan kewarganegaraan Belanda
Berdasarkan
pasal 13 UU RO Hoge Raad dalam hal-hal tertentu dapat menonaktifkan
anggota-anggota kekuasaan kehakiman (hakim). Pasal-pasal 1 a dan 13 UU RO
mengandung beberapa ketentuan-ketentuan bersifat acara mengenai pemberhentian
dan hal penonaktifan. Berdasarkan pasal 14 UU RO, ketua-ketua, dan
pengadilan-pengadilan, dan mahkamah-mahkamah mempunyai kewenangan mengatur
untuk mengeluarkan teguran-teguran, apabila para hakim melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang melanggar kehormatan jabatan-jabatan mereka
atau melalaikan kewajiban-kewajiban jabatan mereka.
Pasal 14
a UU RO membuka kemungkinan untuk mengajukan pengaduan tentang cara seorang
hakim telah bertindak terhadap Jaksa Agung pada HR. Ketentuan-ketentuan lain
yang berkaitan dengan menjamin ketidak tergantungan dan ketidak sepihakan dari
anggota-anggota kekuasaan kehakiman, misalnya :
-
Ketentuan-ketentuan mengenai seleksi, pengangkatan dan
pengajian
-
Ketentuan-ketentuan mengenai jabatan-jabatan yang tidak
dapat dipersatukan
-
Larangan penyuapan
Pasal 178, ayat 1
Kitab Hukum Pidana berbunyi :
“Seorang yang memberi
suatu hadiah atau janji kepada seorang hakim dengan tujuan untuk melakukan
pengaruh atas keputusan dari suatu perkara yang tergantung penilaiannya,
dihukum dengan hukuman penjara untuk paling lama enam tahun atau denda uang
dari kategori keempat.”
Hanya dengan
ketentuan-ketentuan dan ketidaktergantungan dan ketidaksepihakkan, kita belum
sampai pada tujuan terakhir. Untuk suatu peradilan yang baik selanjutnya
dibutuhkan.
-
Hakim-hakim yang berkualitas baik. Seleksi dan pengajian
adalah penting sekali.
-
Kemungkina bagi si warga untuk selalu mempunyai jalan (minta
bantuan) seorang hakim
-
Pemutusan dalam persengketaan itu dalam waktu yang wajar
-
Penetapan suatu hukum acara yangf baik, yang mana
dasar-dasar tata cara yang elementer
-
Kemungkinan naik banding dan atau kasasi, untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang mungkin ada dari hakim-hakim rendahan
Jaminan-jaminan
bahwa keputusan-keputusan para hakim juga sungguh-sungguh dilaksanakan
2.3
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Kekuasaan
KehakimanUndang-Undang Dasar 1945 dan Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang Dasar 1945 pada
umumnya mengatur tiga hal pokok yaitu jaminan terhadap adanya hal-hal dan
kewajiban-kewajiban asasi warganya, susunan ketatanegaraan (the structure of
government) yang bersifat mendasar dan terakhir adalah pembagian dan pembatasan
tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat mendasar.
Ada 3 kaidah hukum mengenai
ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan hukum seperti diatur dalam bab XI, Pasal
24 dan 25 UUD 1945 yaitu:
v Bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh badan-badan kehakiman
(peradilan) yang berpuncak pada sebuah Mahkamah Agung;
v Bahwa susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu akan diatur
lebih lanjut;
v Bahwa syarat-syarat untuk menjadi hakim, demikian pula
pemberhentiannya juga akan diatur lebih lanjut.
Terdapat perbedaan dengan konstitusi
pada umumnya karena didalam UUD 1945 terdapat penjelasan secara umum dan
penjelasan pasal demi pasal. Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya itu
bersama-sama dengan Dekrit Presiden diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia, Nomor 75 Tahun 1959 (Kepres No.150 Tahun 1959).
Dalam penjelasan dua pasal tersebut
dikemukakan bahwa “kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus
diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.”
Khusus terhadap Mahkamah Agung
Republik Indonesia ada tambahan ketentuan. Hal ini diatur dalam ketetapan MPR
No. III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi
Negara dengan atau Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.Di dalam pasal 11 ayat
(1) Ketetapan MPR ada larangan terhadap pengaruh diluar pemerintah yaitu contohnya
pengaruh dari media massa, organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan
dan lain-lain.
Jadi dilihat dari penjelasan di atas
Undang-Undang menjamin kedudukan para hakim dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Apa yang diatur masih berupa asas-asanya saja sehingga perlu
dipelajari lebih jauh didalam undang-undangnya.
Meskipun tidak diatur secara rinci di
dalam UUD 1945, di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 tentang
sistem pemerintahan negara antara lain dikatakan bahwa Indonesia ialah negara
yang berdasar asas hukum (rechtstaat) dan bahkan dikatakan lebih lanjut tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat).
Dalam bagian lainnya dari Sistem
Pemerintahan Negara tentang Sistem Konstitusional juga dikatakan bahwa
“pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)”.
Dari
penjelasan umum tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa secara konstitusional
ada jaminan hukum yang diberikan bukan saja kepada warga negara Indonesia akan
tetapi bagi setiap penduduk negara.
2.4 Kekuaasaan Kehakiman
(di Indonesai)
Kekuasaan kehakiman diatur secara umum di UU nomor 14 tahun
1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. UU ini didalam
dictum pertamanya mencabut UU nomor 19 tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berisi ketentuan yang bertentangan dengan UUD
1945. Kepentingan yang dimaksud dalam pasal 19 ini berbunyi “Demi kepentingan
revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat mendesak,
Presiden dapat turun atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan”.
Oleh karena itu pembuat UU pada
tahun 1970 telah mencabut UU nomor 19 tahun 1964 menjadi UU nomor 14 tahun 1970
yang terdiri dari 8 bab yang terbagi dalam 42 pasal. Pengaturan dalam bab-bab
ini meliputi :
v Ketentuan Umum
v Badan Peradilan dan
Asasnya
v HUbungan Pengadilan dan Lembaga Negara lainnya
v Hakim dan
Kewajibannya
v Kedudukan Pejabat
Peradilan
v Pelaksanaan Putusan
Pengadilan
v Bantuan Hukum
v Penutup
Satu
asas yang sangat penting yaitu, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan gua menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum RI.
BADAN
PERADILAN
UU
nomor 14 tahun 1970 juga diatur adanya 4 lingkungan peradilan. Sebagaimana
diatur dalam pasal 10 ayat 1, lingkungan peradilan itu meliputi :
Ø Peradilan Umum
Ø Peradilan Agama
Ø Peradilan Militer
Ø Peradilan TUN
Kecuali
peradilan umum, ketiga lingkungan peradilan yang lain merupakan peradilan
khusus, artinya hanya mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan
tertentu saja. Definisi dari peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada
umumnya, dan yang mengenai baik perkara perdata maupun perkara pidana.
MAHKAMAH
AGUNG
UU
tentang Mahkamah AGung diatur dalam UU nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung yang terdiri dari 7 bab yang tercantum dalam 42 pasal, bab-bab dalam UU
itu meliputi :
1.
Ketentuan Umum
2.
Susunan Mahkamah Agung
3.
Kekuasaan Mahkamah AGung
4.
Hukum Acara Bagi Mahkamah AGung
5.
Ketentuan Lain
6.
Ketentuan Peralihan
7.
Ketentuan Penutup
Mahkamah
AGung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi terdiri dari pimpinan, hakim anggota,
panitera, san Sekjen MA. Aebagai puncak dari 4 lingkungan peradilan, MA
bertugas dan berwenang memeriksa dan memutusi permohonan kasasi, sengketa
tentang kewenangan mengadili, dan permohonan PK putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. MA juga berwenang menguji secara materiil
terhadap peraturan perundang-undangan dibawah UU.
PERADILAN
UMUM
Dalam
UU nomor 2 tahun 1986, yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman dilingkungan
peradilan umum adalah pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan
pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat kedua atau pengadilan banding.
Pengadilan
negeri dibentuk dengan keputusan Presiden sedangkan Pengadilan TInggi dibentuk
dengan putusan UU.
2.5
Ombudsman
adalah seorang pejabat atau badan
yang bertugas menyelidiki berbagai keluhan masyarakat. Ada suatu pasal yang
isinya mengenai budsman yaitu pasal 108 UUD yang berbunyi :
v UU menentukan peraturan-peraturan mengenai susunan,kewenangan dan
cara kerja dari satu atau lebih dari satu badan-badan yang berdiri sendiri
untuk memeriksa pengaduan pengaduan mengenai tindakan penguasa
v Apabila kegiatan kerja sampai menyangkut tindakan-tindakan penguasa
Negara, maka pengangkatan dilakukan oleh tweede kamer dari staten generaal,
oemberhentian dapat terjadi dalam hal-hal yang ditunjuk oleh UU
Ombudsman tidak menyibukkan diri dengan perlindungan
hukum dalam arti yang sesungguhnya,namun dia menguji tindakan-tindakan atas
norma kepantasan. Setiap orang mempunyai hak untuk meminta kepada ombudsman
secara tertulis untuk memeriksa cara suatu organ administrasi telah bertindak
dalam suatu keadaan tertentu terhadap seseorang atau suatu badan hukum. Sampai
sekarang wewenang ombudsman terbatas pada tindakan menteri-menteri sejauh itu
berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas yang diwajibkan menurut peraturan
perundang undangan yang berkaitan dengan
polisi,para komisaris dari propinsi dan para walikota.
Wewenang dari ombudsman harus menaati beberapa pembatasan, dengan
demikian dia tidak berwenang untuk mengadakan pemerisaan, apabila hal itu
berkaitan dengan suatu keadaan yang termasuk kebijaksanaan pemerintah umum atau
mengenai peraturan-peraturan mengikat yang umum, dia juga tidak berwenang untuk
mengadakan pemeriksaan mengenai suat tindakan, apabila terhadap itu terbuka
banding atau belum mendapat kepastian atau juga apabila seorang hakim telah
mengucapkan suatu putusan mengenai keputusan itu.
2.5 Perbuatan Melanggar
Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheisdaad)
v Di Belanda
Dalam bidang
tindakan penguasa yang melanggar hukum di negeri Belanda dalam tahun – tahun
terakhir telah terjadi banyak perkembangan. Secara kasar kita dapat membuat
pembagian dalam kategori – kategori berikut:
Ø Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan yang
melanggar hukum karena dia menganggap pengumuman suatu keputusan adalah
melanggar hukum.
Ø Hakim perdata menganggap, bahwa telah terjadi suatu tindakan
melanggar hukum karena seorang pejabat telah membatalkan suatu keputusan.
Ø Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan yang
melanggar hukum karena dia menganggap pengumuman suatu undang – undang dalam
arti materiil adalah melanggar hukum.
Ø Hakim perdata menganggap bahwa ada suatu tindakan melanggar hukum,
karena dia menganggap suatu tindakan nyata (feitelijke handeling) dari penguasa
adalah melanggar hukum.
v Di Indonesia
Tentang perbuatan
melanggar hukum oleh oenguasa yang ada di indonesia akan di bahas dua aspek
utama yaitu: dasar kompetensi absolut peradilan umum dan kriteria perbuatan
melanggar hukum oleh penguasa.
Dasar Kompetensi Absolut peradilan Umum
Pada masa setelah
proklamasi kemerdekaan, peradilan perdata tetap menyatakan dirinya kompeten
menangani gugatan terhadap pemerintah. Dari putusan – putusan pengadilan yang
pernah ada ternyata ada beberapa dasar yang dijadikan dasar hukum oleh
peradilan perdata untuk menyatakan kompetensinya. Ada tiga hal yang
diketengahkan secara tidak konsisten, yaitu:
f.
Masih menunjuk pasal 2 RO
sebagai dasar hukum
g.
Menyatakan sebagai dasar ialah
karena belum adanya peradilan tata usaha negara
h.
Menyatakan sebagai dasar ialah
yurisprudensi
Pada masa sekarang
ini ketiga hal tersebut masih kurang dapat dikatakan sebagai dasar kompetensi
absolut peradilan umum, hendaknya dikaitkan dengan ketentuan Undang – Undang,
Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang - Undang, Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. Berpegangan pada Undang – Undang, Nomor 2 tahun 1986, dasar
kompetensi peradilan umum adalah pasal 50. Dikaitkan dengan Undang – Undang,
Nomor 5 tahun 1986 tentang dasar kompetensi peradilan umum adalah pembatasan kompetensi
peradilan tata usaha negara hanya mengenai keputusan tata usaha negara.
Kriteria
Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa Menurut Mahkamah Agung
Menelaah putusan – putusan Mahkamah Agung yang
menyangkut kriteria perbuatan melanggar hukum oleh penguasa, ditemukan dua
putusan, yang pertama putusan Mahkamah Agung dalam perkara Kasum (putusan
No.66K/Sip/1952) dan yang kedua dalam perkara josopandojo (putusan
No.838K/Sip/1972). Di samping itu terdapat dua langkah usaha Mahkamah Agung
untuk menegaskan rumusan kriteria perbuatan melanggar hukum oleh penguasa, yang
pertama melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No. MA/Pemb/0159/77 tanggal 25
februari tahun 1977 dan yang kedua melalui kegiatan lokakarya tentang
Pembangunan Hukum melalui Peradilan yang diselenggarakan di Lembang (Bandung)
tanggal 30 Mei – 1 juni 1977.
Dalam perkara Kasum, Mahkamah Agung
berpendirian bahwa suatu perbuatan dikatakan melanggar hukum apabila perbuatan
sewenang – wenang dari pemerintah atau merupakan tindakan yang tiada cukup
analisir kepentingan umum. Dalam perkara josopadojo, Mahkamah Agung merumuskan
kriteria rechmatigheid tindakan penguasa, adalah undang – undang peraturan
formal yang berlaku; kepatuhan dalam masyarakat yang harus dipatuhi oleh
penguasa. Di samping itu, ditegaskan bahwa perbuatan kebijaksanaan penguasa
tidak termasuk kompetensi pengadilan untuk menilainya.
3. Macam-Macam Perlindungan Hukum
Tidak hanya orang yang dapat mendapat perlindungan hukum
,tetapi hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan hukum
.Sehingga banyak terdapat macam perlindungan
hukum.Berikut beberapa contoh macam perlindungan hukum :
v Perlindungan hukum terhadap konsumen
Perlindungan hukum terhadap
konsumen ini telah diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen
yang pengaturannya mencakup segala hal yang menjadi hak dan kewajiban antara
produsen dan konsumen.
v Perlindungan hukum terhadap hak atas kekayaan intelektual
(HAKI)
Pengaturan mengenai hak atas
kekayaan intelektual meliputi, hak cipta dan hak atas kekayaan industri.
Pengaturan mengenai hak atas kekayaan intelektual tersebut telah dituangkan
dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, dan lain sebagainya.
v Perlindungan terhadap tersangka
Tersangka sebagai pihak yang
telah melakukan perbuatan hukum juga memiliki hak atas perlindungan hukum.
Perlindungan hukum terhadap tersangka diberikan berkaitan dengan hak-hak
tersangka yang harus dipenuhi agar sesuai dengan prosedur pemeriksaan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
KESIMPULAN
Ø Pengertian perlindungan hukum
Perlindungan yang
diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh
aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh
hukum terhadap sesuatu.
Ø Tinjauan Umum Perlindungan Hukum
1.Hakim dan
pemerintahan dahulu di jaman
Belanda hakim hampir disamakan dengan pemerintahan
2.Syarat –syarat untuk
Suatu Peradilan yang Baik (Tinjauan atas Grondwet Belanda)
3.UUD NRI Tahun 1945 dan Kekuasaan Kehakiman
4. Kekuaasaan Kehakiman (di Indonesai) adalah badan
yudikatif yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan yang dilakukan oleh
MA dan badan peradilan dibawahnya,MK serta Komisi Yudisial
5. Ombudsman adalah seorang pejabat atau badan yang bertugas menyelidiki berbagai
keluhan
5.Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa
(Onrechtmatige Overheisdaad)
a.
di Belanda
b.
Di Indoneia
Ø Macam-macam Perlindungan hukum
·
Perlindungan hukum
terhadap konsumen
·
Perlindungan hukum
terhadap hak atas kekayaan intelektual (HAKI)
·
Perlindungan terhadap
tersangka
DAFTAR PUSTAKA
Philipus
M.Hadjon,R.Sri Soemantri M,Sjachran B,dkk,1994,Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,Yogyakarta :Gajah Mada
University Press
Internet
http://statushukum.com/perlindungan-hukum.html diakses pada 16 April
2013 ,pukul 14.00 wib